SERAYUNEWS– Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap, terjadi pola perubahan serangan terorisme di Indonesia. Tercatat, dalam kurun waktu tahun 2018-2023, terjadi penurunan serangan terbuka atau open attack.
Kepala BNPT RI, Komjen Prof Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan, terdapat sejumlah hal yang melatarbelakanginya. Pertama, masifnya penindakan dari Densus 88. Kedua, karakter generasi muda yang tidak menyukai kekerasan, di samping kekerasan yang sudah tidak populer di kalangan remaja.
Kemudian, karena para pelaku radikalisme dan teroris mengubah pendekatan dari hard approach (pendekatan yang sulit) menjadi soft approach (pendekatan lembut). Mereka melakukan gerakan di bawah tanah, secara sistematis, terstruktur, dan masif.
“Target utama radikalisasi ini adalah remaja, anak, dan perempuan. Mereka menggunakan media sosial, yang dulunya menggunakan strategy bullet lalu sekarang menjadi ballot stategy,” ungkapnya di Graha Widyatama Prof Rubijanto Misman Unsoed Purwokerto, Jumat (10/11/2023).
Selanjutnya, kata dia, pihaknya mengkorelasikan antara strategi bawah tanah itu dengan fenomena self-radicalization (radikalisasi diri) yang merupakan anak kandung dari online radicalization (radikalisasi online). Self-radicalization itu kemudian melahirkan lonewolf yang bergerak sendirian tanpa struktur hierarkis.
“Mereka (lonewolf) bergerak sendirian, mengumpulkan dana-dana lewat barcode memanfaatkan sifat orang Indonesia yang murah hati. Mereka bersedekah yang taunya masuk ke rekening akun radikal,” papar Rycko saat memberikan kuliah umum pencegahan ideologi radikal-terorisme ke mahasiswa Unsoed.
Kepala BNPT meneguhkan tiga kelompok rentan ini jangan sampai terpapar karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. “Jika ketiga kelompok ini menjadi intoleran, dapat dibayangkan dapat terjadi banalisasi bangsa, konsep kebangsaan yang dibangun dari persatuan dan perbedaan ini selesai. Ini yang saya saya katakan jika ingin mengakhiri bangsa Indonesia,” tegas Rycko.
Dijelaskan, para kelompok radikal-teroris juga pandai memanipulasi kesucian simbol dan atribut agama untuk mempersuasi targetnya. Mahasiswa pada dasarnya tidak menyukai cara kekerasan, namun karena dibungkus dengan dalil agama maka ia menjadi menarik dan membuat korbannya terbuai terbuai.
Rycko berpesan kepada para mahasiswa dan civitas Unsoed, untuk membangun kesadaran bersama tentang bahaya laten ideologi kekerasan apapun namanya. Dia menyuruh mahasiswa untuk lapor ke pihak berwenang jika menemukan kajian yang mengajarkan kekerasan dan intoleran.
“Kalau menemukan kajian aneh-aneh di media sosial, telegram, dan semacamnya, yang mengajarkan kebencian mengolok-olok, cepat diblock saja. Hati-hati, mereka menyusupnya lewat soft-approach,” tegasnya.
Sementara itu, Rektor Unsoed Purwokerto, Prof Akhmad Sodiq menyebutkan, kuliah umum ini menjadi langkah konkret BNPT RI dan Unsoed dalam upaya mengedukasi generasi muda Indonesia tentang bahaya intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
BNPT RI dan Unsoed terus mengajak generasi muda untuk bersatu dalam perbedaan demi masa depan bangsa yang lebih harmonis dan sejahtera. Terutama dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional 2023.