
SERAYUNEWS – Banyumas terus melangkah menuju daerah yang ramah dan peduli terhadap korban kekerasan seksual.
Wujud nyata dari komitmen ini tampak dalam kolaborasi strategis antara Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyumas, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan Yayasan TriBhata Banyumas.
Ketiganya bersatu dalam kegiatan Diseminasi Informasi tentang Restitusi, Kompensasi, dan Rehabilitasi bagi Korban Kekerasan Seksual, yang digelar sebagai bagian dari gerakan nasional untuk memperjuangkan hak-hak korban.
Kasi Pidum Kejari Banyumas, Amanda Adelina, S.H., menjelaskan bahwa kolaborasi ini diharapkan menjadikan Banyumas sebagai daerah yang berperspektif korban dan menjunjung tinggi nilai keadilan restoratif.
“Keadilan tidak boleh berhenti di ruang sidang, tetapi harus hadir dalam kehidupan korban melalui pemulihan, penghormatan, dan keberpihakan nyata,” ujarnya, Selasa (4/11/2025).
Sementara itu, Ahmad Arif Hidayat, S.H., selaku Kepala Subseksi Penyidikan dan Pengendalian Operasi pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Banyumas, menegaskan bahwa langkah ini menjadi bukti nyata kehadiran negara dalam memberikan perhatian serius kepada korban kekerasan seksual.
Inisiatif ini mendapat sambutan positif dari Wakil Rektor III Unsoed, Prof. Norman Arie Prayogo. Ia menilai kegiatan diseminasi tersebut bukan sekadar acara formalitas, tetapi gerakan edukatif dan sosial untuk membangun kesadaran masyarakat tentang hak-hak korban.
Program ini memberikan pemahaman yang mudah diakses publik terkait tiga aspek utama:
“Kegiatan ini akan diwujudkan melalui sosialisasi publik, pelatihan pendamping korban, penyusunan modul edukatif, hingga kerja lapangan bersama mahasiswa dan relawan sosial. Dengan begitu, masyarakat bukan hanya menjadi penerima informasi, tapi juga bagian dari gerakan melawan kekerasan seksual,” ujar Prof. Norman.
Wakil Rektor II Unsoed, Prof. Kuat Puji Prayitno, menegaskan bahwa hak-hak korban kekerasan seksual adalah hak konstitusional yang dijamin dan dilindungi oleh negara.
Ia menjelaskan, pelaksanaan hak restitusi dan kompensasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023. Regulasi ini memperjelas mekanisme permohonan, penilaian, serta pemberian hak korban.
“Namun, aturan hukum tidak akan berarti tanpa pengetahuan dan keberanian masyarakat untuk menuntut keadilan. Karena itu, diseminasi ini bukan sekadar sosialisasi, melainkan gerakan perubahan sosial,” kata dia.
Pendiri Yayasan TriBhata Banyumas, Nanang Sugiri, menyebut kerja sama ini sebagai bukti nyata sinergi lintas sektor antara aparat penegak hukum, lembaga sosial, dan dunia akademik.
“Langkah ini memastikan setiap korban mendapatkan haknya atas keadilan dan pemulihan yang layak. Ini adalah implementasi konkret dari semangat UU TPKS yang menegaskan pentingnya perlindungan dan penghormatan terhadap martabat korban,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, kolaborasi ini akan dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan pelaksanaan program diseminasi sebagai tahap awal implementasi.
Sinergi tiga lembaga ini diharapkan mampu menjadi contoh gerakan bersama untuk menghapus kekerasan seksual, memperkuat sistem pemulihan korban, dan memperjuangkan keadilan di Banyumas serta wilayah sekitarnya.