SERAYUNEWS – Berikut ini informasi tentang doa rebo wekasan. Memasuki penghujung bulan Safar 1447 Hijriah, masyarakat Muslim di Indonesia kembali memperingati tradisi Rabu Wekasan atau yang juga dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan, Rebo Kasan, maupun Rabu Pungkasan.
Tradisi ini jatuh pada Rabu terakhir di bulan Safar yang pada tahun 2025 bertepatan dengan tanggal 20 Agustus, atau 26 Safar 1447 H berdasarkan kalender resmi Kementerian Agama Republik Indonesia.
Bagi sebagian umat Islam, hari ini diyakini sebagai momen turunnya berbagai bala atau musibah, sehingga banyak orang memperbanyak doa dan ibadah dengan harapan mendapatkan perlindungan Allah SWT sepanjang tahun.
Meski keyakinan tersebut tidak sepenuhnya disepakati, tradisi ini tetap hidup dan dipraktikkan di berbagai daerah, terutama di Jawa, Madura, Sunda, hingga wilayah pesisir Sumatera.
Menurut keterangan yang dinukil dari kitab Mujarrabat ad-Dairabi karya Syekh Ahmad bin Umar ad-Dairabi (wafat 1151 H), setiap tahun pada hari Rabu terakhir bulan Safar, diturunkan 320 ribu bala yang menjadikan hari itu dianggap sebagai salah satu hari paling berat dalam setahun.
Karena itulah beliau menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak amalan ibadah sebagai bentuk perlindungan diri.
Salah satu amalan yang dianjurkan adalah shalat sunnah empat rakaat. Dalam setiap rakaat, setelah membaca Al-Fatihah, dianjurkan untuk membaca surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, surat Al-Ikhlas 5 kali, serta surat Al-Falaq dan An-Nas masing-masing sekali.
Setelah salam, umat Islam dianjurkan membaca doa khusus memohon perlindungan dari segala bencana.
Doa Rabu Wekasan Doa yang diajarkan Syekh Ahmad bin Umar ad-Dairabi berbunyi:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ يَا شَدِيدَ الْقُوَى، وَيَا شَدِيدَ الْمِحَالِ، يَا عَزِيزُ، يَا مَنْ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيعُ خَلْقِكَ، اكْفِنِي مِنْ شَرِّ جَمِيعِ خَلْقِكَ، يَا مُحْسِنُ، يَا مُجْمِلُ، يَا مُتَفَضِّلُ، يَا مُنْعِمُ، يَا مُتَكَرِّمُ، يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، ارْحَمْنِي بِرَحْمَتِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. اللَّهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيهِ، وَجَدِّهِ وَأَبِيهِ، وَأُمِّهِ وَبَنِيهَا، اكْفِنِي شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيهِ، يَا كَافِي الْمُهِمَّاتِ، يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ، ﴿فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴾، وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
(Bismillahirrahmanirrahim) Allahumma ya syadidal quwa, wa ya syadidal mihal, ya ‘azizu, ya man dzallat li ‘izzatika jami‘u khalqika, ikfini min syarri jami‘i khalqika. Ya muhsinu, ya mujmil, ya mutafadhdhil, ya mun‘im, ya mutakarrim, ya man la ilaha illa anta, irhamni birahmatika, ya arhamar rahimin.
Allahumma bisirril Hasan wa akhihi, wa jaddihi wa abihi, wa ummihi wa baniha, ikfini syarra hadzal yaum wa ma yanzilu fihi, ya kafiyal muhimmat, ya dafi‘al baliyat.
Fasayakfikahumullahu wahuwa as-sami‘ul ‘alim. Hasbunallahu wa ni‘mal wakil, wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Artinya: “(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) Ya Allah, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Dahsyat dalam melakukan pembalasan, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Dzat yang seluruh makhluk tunduk kepada kemuliaan-Mu, lindungilah aku dari kejahatan seluruh makhluk-Mu.
Wahai Pemberi kebaikan, wahai Pemberi keindahan, wahai Yang Maha Pemurah, wahai Yang Maha Pemberi nikmat, wahai Yang Maha Pemulia, wahai Dzat yang tiada Tuhan selain Engkau, kasihanilah aku dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih di antara para pengasih.
Ya Allah, dengan rahasia al-Hasan dan saudaranya, kakeknya dan ayahnya, ibunya dan anak-anaknya, lindungilah aku dari kejahatan hari ini dan apa yang turun padanya.
Wahai Yang Mencukupi segala urusan penting, wahai Yang Menolak segala bencana, “Maka Allah akan melindungimu dari mereka, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
.” Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan sebaik-baik pelindung. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Dan semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabatnya.”
Secara makna, doa ini merupakan bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Tuhannya, dengan keyakinan bahwa hanya Allah yang mampu menolak bala sekaligus memberikan perlindungan.
Meski tradisi Rabu Wekasan populer, sejumlah ulama menegaskan bahwa tidak ada dalil yang secara eksplisit menyebutkan anjuran shalat khusus pada hari tersebut.
Jika ibadah dilakukan dengan niat “shalat Safar” atau “shalat Rabu Wekasan,” maka dianggap tidak memiliki landasan yang kuat.
Namun, ada pula ulama yang memberikan pandangan lebih moderat. Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki dalam kitab Kanzun Naja was Surur, misalnya, menjelaskan bahwa amalan tersebut tetap diperbolehkan selama diniatkan sebagai shalat sunnah mutlak.
Artinya, shalat tidak terikat pada waktu maupun sebab tertentu, melainkan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan begitu, perbedaan pandangan ini menegaskan bahwa umat Islam bebas untuk memilih. Yang terpenting, ibadah dilakukan bukan karena meyakini adanya hari sial, melainkan sebagai sarana memperbanyak doa, taubat, dan amal kebaikan.
Rabu Wekasan sejatinya bukan hanya tentang keyakinan terhadap turunnya bala, tetapi juga menjadi momentum bagi umat Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Imam Abdurrauf al-Munawiy dalam kitab Faidh al-Qadir menegaskan bahwa amalan ini sah dilakukan jika diniatkan untuk memperbanyak ibadah, bertaubat, mempererat silaturahmi, serta memperkuat kepedulian sosial melalui sedekah.
Dengan demikian, peringatan Rabu Wekasan bisa dipandang sebagai momen spiritual untuk memperbaiki diri, bukan sekadar ritual yang dilatarbelakangi rasa takut terhadap kesialan.
Demikian informasi tentang doa rabu wekasan. Semoga bermanfaat.***