
SERAYUNEWS- Pergantian tahun kerap identik dengan pesta meriah, kembang api, dan keramaian.
Namun, menjelang Tahun Baru 2026, pemerintah pusat dan daerah memilih jalan berbeda. Dentuman kembang api yang biasanya menghiasi langit malam tahun baru digantikan dengan doa, refleksi, dan empati nasional.
Keputusan ini bukan tanpa alasan. Serangkaian bencana alam yang melanda sejumlah wilayah Indonesia, khususnya di Sumatera dan Aceh, menjadi pertimbangan utama.
Pemerintah menilai perayaan berlebihan berpotensi melukai rasa kemanusiaan di tengah duka yang dirasakan ribuan warga terdampak bencana.
Momentum pergantian tahun akhirnya dimaknai ulang bukan sekadar selebrasi, melainkan penguatan solidaritas dan kepekaan sosial sebagai satu bangsa.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap imbauan kepala daerah yang mengajak masyarakat merayakan tahun baru secara sederhana tanpa kembang api.
Menurut Prasetyo, langkah tersebut mencerminkan empati dan rasa senasib sepenanggungan terhadap korban bencana alam.
Ia menegaskan, bangsa Indonesia tidak boleh terjebak dalam euforia di saat sebagian saudara sebangsanya tengah berjuang menghadapi musibah.
Sebagai satu kesatuan bangsa, pemerintah mengajak masyarakat menjadikan malam pergantian tahun sebagai waktu untuk saling mendoakan, bukan berpesta secara berlebihan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah tegas dengan meniadakan pesta kembang api dalam seluruh rangkaian perayaan Tahun Baru 2026. Kebijakan ini berlaku menyeluruh, baik untuk kegiatan yang digelar pemerintah maupun pihak swasta.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan, keputusan tersebut merupakan bagian dari pengaturan perayaan Natal dan Tahun Baru agar berlangsung lebih bermakna. Larangan ini akan diperkuat melalui penerbitan Surat Edaran (SE) khusus.
Meski demikian, Pemprov DKI Jakarta menempuh pendekatan persuasif kepada masyarakat. Pemerintah tidak ingin mematikan rasa syukur, tetapi mengarahkan ekspresinya agar lebih beretika dan berempati.
Alih-alih pesta besar, Jakarta memilih konsep perayaan yang lebih tenang. Bundaran HI ditetapkan sebagai titik utama perayaan dengan agenda doa bersama lintas agama.
Jumlah lokasi perayaan pun dikurangi signifikan, dan kawasan Monas tidak lagi dijadikan pusat keramaian.
Sebagai pengganti kembang api, pemerintah menyiapkan pertunjukan video mapping dan drone show yang minim kebisingan serta lebih ramah lingkungan. Seluruh rangkaian acara diarahkan untuk menghadirkan suasana reflektif dan penuh makna.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri tidak memberikan rekomendasi penggunaan kembang api dalam perayaan akhir tahun. Ia mengimbau masyarakat mengisi malam pergantian tahun dengan doa untuk para korban bencana.
Menurut Kapolri, menjaga suasana kebatinan nasional jauh lebih penting dibandingkan euforia sesaat. Kepolisian daerah tetap melakukan pengawasan, namun dari tingkat pusat tidak ada izin pesta kembang api skala besar.
Kebijakan serupa juga diterapkan di berbagai daerah. Pemerintah Kota Denpasar, Bali, memutuskan meniadakan konser musik dan pesta kembang api. Sebagai gantinya, masyarakat diajak menikmati pementasan seni budaya lokal yang lebih bernilai edukatif dan spiritual.
Di Jawa Timur, pemerintah provinsi mengimbau seluruh kepala daerah tidak menggelar pesta rakyat besar. Perayaan diganti dengan selawat dan doa bersama sebagai bentuk solidaritas terhadap daerah yang terdampak bencana.
Tak hanya pemerintah, hotel dan restoran juga diminta menyesuaikan konsep perayaan. Polda Metro Jaya mengimbau pelaku usaha perhotelan dan kuliner untuk tidak menggelar pesta meriah dan mengutamakan doa bersama.
Konsep perayaan yang dianjurkan meliputi acara sederhana, santunan korban bencana, musik akustik, hingga kajian reflektif. Langkah ini diharapkan menumbuhkan kesadaran bahwa perayaan tidak selalu harus identik dengan kemewahan.
Larangan kembang api bukan sekadar kebijakan teknis, tetapi simbol perubahan cara pandang. Pemerintah ingin menjadikan Tahun Baru 2026 sebagai momentum refleksi, penguatan empati, dan kepedulian sosial.
Di tengah tantangan kebencanaan, perayaan sederhana justru dinilai mampu menghadirkan makna yang lebih dalam. Berkumpul bersama keluarga, berdoa, dan saling menguatkan menjadi pilihan utama menyambut lembaran tahun yang baru.
Keputusan pemerintah pusat dan daerah untuk meniadakan pesta kembang api menegaskan satu pesan penting: perayaan sejati lahir dari kepedulian, bukan kemeriahan semata. Tahun Baru 2026 menjadi simbol solidaritas nasional di tengah duka bersama.
Dengan pendekatan yang lebih manusiawi, pemerintah berharap masyarakat dapat menyambut tahun baru dengan hati yang tenang, penuh doa, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.