
SERAYUNEWS – Menjelang tibanya bulan suci Ramadhan 1447 H, umat Muslim diingatkan kembali untuk memeriksa kewajiban ibadah yang mungkin masih tertunda.
Bagi mereka yang terpaksa membatalkan puasa di tahun sebelumnya karena uzur syar’i seperti sakit, perjalanan jauh (musafir), atau haid, maka hukumnya wajib untuk menggantinya.
Ibadah ini dikenal dengan istilah puasa Qadha. Agar amalan tersebut diterima oleh Allah SWT, memahami niat dan tata caranya secara tepat adalah langkah awal yang sangat penting.
Kewajiban untuk membayar utang puasa secara tegas tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 185. Dalam ayat tersebut, Allah SWT memberikan kemudahan bagi hamba-Nya yang sedang dalam kesulitan, namun tetap mewajibkan penggantian di hari lain.
Mengganti puasa bukan sekadar menggugurkan kewajiban, melainkan bentuk rasa syukur atas kelonggaran yang diberikan Allah selama bulan Ramadhan berlangsung.
Sebagaimana ibadah wajib lainnya, niat merupakan rukun yang menentukan sah atau tidaknya sebuah amalan. Berbeda dengan puasa sunnah yang niatnya boleh dibaca di pagi hari, niat puasa Qadha harus dilakukan pada malam hari (sebelum waktu subuh tiba).
Berikut adalah bacaan niat puasa ganti Ramadhan yang dapat Anda lafalkan:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhaa’i fardhi syahri Ramadhaana lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”
Pelaksanaan puasa Qadha pada dasarnya sama dengan puasa Ramadhan, yaitu menahan diri dari lapar, haus, dan hal-hal yang membatalkan mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Namun, ada beberapa poin teknis yang perlu diperhatikan:
Sangat dianjurkan untuk menyegerakan pembayaran utang puasa agar beban kewajiban segera terangkat. Menunda-nunda puasa Qadha hingga melewati bulan Ramadhan berikutnya tanpa alasan yang sangat mendesak hukumnya adalah berdosa.
Bolehkah Puasa Ganti Dilakukan Secara Tidak Berurutan?
Berdasarkan panduan para ulama dan Kemenag, puasa Qadha boleh dilakukan secara terpisah-pisah.
Jika seseorang memiliki utang puasa sebanyak 7 hari, ia bisa mencicilnya setiap hari Senin dan Kamis atau di hari-hari lain yang ia sanggup. Hal ini sesuai dengan prinsip Islam yang menghendaki kemudahan bagi umatnya.
Bagi mereka yang benar-benar tidak mampu mengganti puasa karena kondisi fisik yang permanen (sakit menahun atau lansia), syariat memberikan alternatif berupa pembayaran fidyah. Namun bagi yang sehat, qadha tetaplah jalan utama yang harus ditempuh.
Demikian informasi tentang bacaan niat puasa ganti Ramadhan.***