SERAYUNEWS-Festival Kue Bulan yang digelar di Klenteng Ho Tek Bio Purbalingga, Selasa (18/9/2024) malam berlangsung semarak. Ratusan umat Tri Dharma hadir dalam tradisi tahunan yang digelar secara turun temurun tersebut.
Bupati Dyah Hayuning Pratiwi (Tiwi) bersama suami Rizal Diansyah hadir dan ikut mencicipi kue bulan yang disediakan bagi semua yang hadir. Pengurus Klenteng Ho Tek Bio Andrian Ming mengatakan berbagai acara dilaksanakan dalam festival tersebut. Antara lain sembahyang bersama serta makan kue bulan. Sebanyak 200 potong kue bulan disiapkan untuk disantap bersama. Pihaknya mempersilakan warga untuk hadir alam acara tersebut. “Kami juga menampilkan sejumlah pentas hiburan, antara lain wushu dan barongsai,” lanjutnya.
Festival Kue Bulan jatuh di tanggal 15 bulan ke-8 pada kalender tradisional Tiongkok. Tepatnya saat bulan berada di puncaknya dan terlihat paling terang dibandingkan hari-hari dan bulan-bulan lainnya.
Dia menyampaikan, festival itu berawal dari legenda yang menyatakan bahwa dunia ini memiliki 10 matahari. Menurutnya bisa dibayangkan, dengan satu matahari saja kita bisa merasakan hawa panas yang luar biasa di siang hari, bagaimana 10 matahari. Dari sinilah ada seorang kaisar yang bernama Kaisar Yao memerintahkan seorang pemanah bernama Hou Yi untuk melumpuhkan matahari.
Sebagai rasa syukur dan terima kasih, Kaisar menghadiahkan Hou Yi sebuah hadiah kecil yang luar biasa. Beliau memberikan sebuah pil ajaib yang memiliki khasiat membuat umur menjadi panjang. Tidak lama setelah itu, Hou Yi menikah dengan seorang perempuan bernama Chang E. Hou Yi memberi tahu Chang E bahwa ia memiliki sebuah pil dengan khasiat hebat itu.
Namun, Chang E tidak sengaja menelan pil itu. Tiba-tiba, secara perlahan, tubuh Chang E melayang dan naik hingga ke bulan dan ia tidak bisa kembali lagi ke bumi. Sejak hari itu, hari kepergian Chang E ke bulan, masyarakat Tionghoa merayakan Festival Kue Bulan untuk memperingati hari kepergian Chang E.
Sementara itu Bupati Tiwi menyampaikan pihaknya berharap Festival Kue Bulan akan semakin menambah semangat kebersamaan khususnya di kalangan umat Tri Dharma. Sehingga nantinya bisa guyub rukun dalam membangun Purbalingga.
“Indonesia ini heterogen, berbhinneka. Namun perbedaan ini tidak membuat kita beda tapi melebur jadi satu sebagai masyarakat Purbalingga. Terima kasih kepada masyarakat Tri Dharma yang selalu bersinergi dengan pemerintah menjaga kerukunan antar inter umat beragama,” imbuhnya.