SERAYUNEWS – Fenomena Tak Terduga di Tengah Semarak Wisata IKN. Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur tengah jadi sorotan nasional.
Bukan karena progres pembangunan atau kedatangan investor baru, melainkan karena kehadiran tak diundang. Hama tikus menyerbu kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) saat libur Lebaran.
Ketika ribuan pengunjung memanfaatkan momen libur panjang untuk menjelajahi IKN, kemunculan tikus justru mencoreng citra kota baru kebanggaan pemerintah.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, Thomas Umbu Pati Tena, penyebab utama serangan hama ini adalah lokasi geografis KIPP yang sebelumnya merupakan hutan dan perbukitan.
Daerah ini secara alami menjadi habitat berbagai satwa liar, termasuk tikus. Ketika mulai pembangunan dan pembukaan hutan, tempat tinggal alami tikus terganggu.
Hal tersebut memaksa mereka masuk ke area pemukiman dan ruang publik yang kini padat pengunjung.
“Area ini dulunya adalah hutan, banyak sarang tikus alami. Saat pembangunan berlangsung, hewan-hewan ini kehilangan habitat dan mulai muncul ke permukaan,” jelas Thomas dalam pernyataan resminya.
Tentu saja, Otorita IKN tidak tinggal diam. Mereka merespons cepat dengan menyebarkan ratusan perangkap tikus di berbagai sudut strategis KIPP.
Selain itu, mereka juga melakukan langkah antisipatif melalui koordinasi dengan deputi sosial dan pemberdayaan masyarakat, terutama di bidang kesehatan. Kemudian, mereka juga membagikan obat pengusir dan pembasmi tikus.
Beberapa pengunjung yang sempat merekam penampakan tikus di kawasan publik mengungkapkan kekhawatiran melalui media sosial. Video amatir tikus berkeliaran di sekitar trotoar dan fasilitas umum pun viral.
Meski sebagian warganet memaklumi kondisi tersebut, tak sedikit pula yang mempertanyakan kesiapan IKN dalam menghadapi tantangan dasar seperti pengendalian hama.
Fenomena ini sejatinya bisa menjadi pelajaran penting bagi seluruh pemangku kepentingan pembangunan IKN.
Pertama, pentingnya kajian ekologis dan mitigasi terhadap dampak pembangunan terhadap satwa liar.
Kedua, pentingnya kesiapan infrastruktur dasar, termasuk sanitasi dan pengelolaan sampah yang secara langsung berpengaruh terhadap keberadaan hama.
Dalam berbagai studi, tikus dikenal sebagai hewan yang sangat adaptif dan cepat berkembang biak.
Mereka tertarik dengan lingkungan yang menyediakan makanan dan tempat berlindung nyaman. Ini bisa saja terjadi akibat pembangunan belum rampung sepenuhnya.
Menanggapi situasi ini, para ahli lingkungan mengingatkan bahwa penanganan jangka pendek seperti perangkap dan racun hanyalah solusi sementara.
Langkah jangka panjang yang lebih efektif adalah memastikan sistem sanitasi berjalan baik, mempertahankan habitat alami di beberapa zona, dan menerapkan pembangunan berwawasan ekologi.
Dr. Endah R. dari Institut Teknologi Kalimantan mengatakan, “Kehadiran tikus bukan hanya soal gangguan, tapi tanda bahwa ada ketidakseimbangan ekosistem. Kita perlu membangun kota yang hidup berdampingan dengan alam, bukan menggusurnya.”
Meski insiden ini cukup mengganggu, bukan berarti masa depan IKN suram. Setiap kota besar punya masa transisi, dan wajar bila ada tantangan.
Yang terpenting adalah kesigapan pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan layak huni.
Sebagai simbol masa depan Indonesia, IKN harus menunjukkan bahwa pembangunan modern bisa selaras dengan pelestarian lingkungan. Seperti kata pepatah, tikus pun bisa memberi pelajaran, jika kita mau mendengar.***