SERAYUNEWS – Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengusaha membayar royalti saat memutar lagu di ruang komersial seperti kafe, hotel, hingga transportasi umum menuai protes di Banyumas.
Aturan ini memang bertujuan melindungi hak cipta musisi, namun para pelaku usaha menilai kewajiban tersebut justru menambah beban operasional yang sudah berat.
Pengusaha kini menghadapi dilema: membayar biaya tambahan atau menghentikan musik di tempat usaha mereka.
Banyak pemilik kafe di Purwokerto masih menunggu kejelasan dan kepastian hukum terkait penerapan aturan ini.
Salah satunya, Panji Aditia Adiyasta, pemilik Kafe Ora Umum, mengaku tetap memutar lagu sambil menunggu perkembangan.
“Kita masih mainkan lagu-lagu barat, masih wait and see menunggu aturannya seperti apa. Kekhawatiran pasti ada, orang susah tidak bisa melawan orang kaya. Orang kaya tidak bisa melawan pemerintah,” katanya, Minggu (9/8/2025).
Panji juga mempertanyakan transparansi aliran dana royalti, jika aturan ini benar-benar berlaku di kota sekecil Purwokerto.
Berbeda dengan Panji, pemilik Layana Cafe Purwokerto, Adan Fajar atau Marucil, memutuskan menghentikan pemutaran musik sepenuhnya. Sebelumnya, ia memanfaatkan YouTube Music untuk menciptakan suasana di kafenya.
“Kalau malam, sudah tidak memutar sama sekali. Live music juga tidak ada, walaupun pernah sekali mendatangkan DJ. Sekarang saya nunggu regulasi yang jelas, takutnya malah jadi masalah,” ujarnya.
Keputusan ini memicu reaksi beragam dari pelanggan; sebagian menikmati suasana tenang, sebagian lainnya merasa kafe menjadi terlalu sepi.
Keluhan juga datang dari Benny Indrawan, pemilik Cafe Kopi Kebon. Ia menganggap aturan ini tidak adil untuk usaha kecil yang hanya memutar musik dari platform umum.
“Saya keberatan harus bayar royalti, apalagi kami cuma memutar musik dari YouTube atau radio, bukan mengadakan konser langsung,” kata Benny.
Ia menambahkan masalah transparansi dan penegakan hukum masih menjadi tanda tanya.
“Belum jelas siapa yang memungut, ke mana uangnya, dan bagaimana dibagikan ke musisi. Penegakan hukumnya juga terasa tidak adil. Hanya sebagian kecil kafe yang diawasi, jadi kesannya tebang pilih,” ujarnya.
Kewajiban royalti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta diperjelas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik.
Aturan ini berlaku meskipun pengusaha memutar musik dari layanan streaming berbayar seperti Spotify atau YouTube, karena penggunaannya bersifat komersial untuk menarik pelanggan.
Pembayaran melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) minimal setahun sekali, dengan tarif sesuai jenis usaha.