SERAYUNEWS– Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyebutkan, peningkatan curah hujan akibat gangguan fenomena atmosfer tidak akan terjadi berhari-hari. Pihaknya memprediksi kejadian hanya 1-3 hari di setiap wilayah.
Seperti halnya saat ini wilayah Jakarta, Banten, yang pada pekan kemarin diguyur hujan lebat saat ini sudah mulai cerah kembali. “Kondisi diprediksi akan menurun,” ujar Guswanto dalam keterangannya di laman BMKG, Senin (8/7/2024).
Pihaknya memprediksi wilayah Jawa, Banten, Bali, dan Nusa Tenggara akan kembali mengalami kondisi musim kemarau yang normal. Karenanya, penting untuk masyarakat Indonesia dalam memahami kompleksitas fenomena iklim dan cuaca di Indonesia plus dampak perubahan iklim.
Guswanto menyebut, dalam sepekan ke depan, masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional-global yang cukup signifikan.
Diantaranya, termonitornya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Sebagian besar Papua.
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, kombinasi pengaruh fenomena-fenomena cuaca diprakirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat/angin kencang.
Ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5-11 Juli 2024. Wilayah yang dimaksud yaitu, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan Pulau Papua.
Andri mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan adanya potensi hujan yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang.
Utamanya masyarakat yang bermukim di wilayah perbukitan, dataran tinggi, juga sepanjang daerah aliran sungai. Dia juga menjelaskan terkait cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di wilayah Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada tanggal 3 Juli.
Andri mengatakan bahwa kejadian tersebut disebabkan adanya awan Cumulunimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah tersebut.
Proses hujan diawali dengan kondensasi uap air teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku. Es yang terbentuk umumnya memiliki ukuran besar. Pada saat kumpulan es yang besar di atmosfer turun ke area lebih rendah dan hangat, maka terjadi hujan.
Hanya saja, kadang tidak semua es akan mencair sempurna dan menjadikannya hujan es, dimana suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius.
“Selagi masih turun hujan, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk menabung air. Hemat dan menggunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan air saat Puncak Musim Kemarau melanda wilayah kita nantinya,” pungkasnya.
BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memonitor perkembangan informasi cuaca yang dinamis melalui seluruh kanal informasi BMKG seperti aplikasi InfoBMKG dan media sosial BMKG.