SERAYUNEWS – Menjelang pemungutan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024, ramai istilah serangan fajar di masyarakat.
Seperti kita ketahui, pencoblosan Pilkada Serentak 2024 akan berlangsung esok hari, Rabu (27/11/2024). Waktu tersebut oleh sebagian oknum biasanya kerap mereka gunakan untuk mengubah arah pilihan di detik-detik akhir.
Lantas, bagaiamana hukum memberi dan menerima serangan fajar dalam Pemilu khususnya Pilkada 2024 ini menurut Islam? Berikut serayunews.com sajikan informasinya.
Selanjutnya, melansir laman resmi Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, serangan fajar merupakan pemberian uang, barang, jasa, atau materi lain yang bisa dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye menjelang pemilu.
Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang saja.
Akan tetapi, hal itu bisa juga dalam bentuk lain. Misalnya, paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau bentuk fasilitas lain yang dapat dikonversi dengan nilai uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2018.
Berikutnya, hukum serangan fajar menurut Islam, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdatul Ulama (NU), hingga Muhammadiyah.
Pertama, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa praktik serangan fajar adalah hukumnya haram bagi pelaku maupun penerima.
Guru Besar Ilmu Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini mengungkapkan, para pelaku dan penerima serangan fajar juga hidupnya tidak berkah.
Prof Niam menyampaikan, pihaknya juga telah menetapkan fatwa tentang hukum permintaan dan atau pemberian imbalan atas proses pencalonan pejabat publik.
Penetapan fatwa tersebut dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 2018. Dalil yang menjadi landasan fatwa ini ialah surah Al Baqarah ayat 188, An Nisa’ ayat 29, dan Ali ‘Imran ayat 161 serta beberapa hadis dan atsar sahabat.
Kedua, Nahdatul Ulama (NU) Komisi Waqi’iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah telah mengeluarkan keputusan penting terkait politik uang, atau serangan fajar.
Keputusan ini menyatakan bahwa hukum politik uang hukumnya haram. Terdapat tiga alasan utama di balik keharaman politik uang. Di antaranya yaitu serangan fajar tergolong dalam praktik risywah (suap).
Selain itu, praktik politik uang termasuk serangan fajar, merupakan perkara yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum.
Alasan lain yakni politik uang pun mengakibatkan kerusakan dalam sistem bernegara. Melarang money politic juga merupakan upaya untuk menutup semua peluang (saddan li dzari’ah) terjadinya kerusakan tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan dan kehidupan bernegara.
Ketiga, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui keterangan di muhammadiyah.or.id, juga menggolongkan tindakan ini secara tegas haram dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw.
Dalam rilis resmi pada Senin (25/11/2024), pihaknya menyebut konteks pemilu, politik uang bukan hanya melibatkan pemberi dan penerima. Namun, ini juga melibatkan pihak-pihak lain yang mendukung atau membiarkan praktik ini terjadi.
“Bahkan, penyuapan tetaplah haram meskipun diberi nama hibah atau sumbangan, atau meskipun dilakukan dalam nominal kecil. Praktik politik uang yang menggunakan dana publik juga termasuk tindak kejahatan besar karena melibatkan pelanggaran amanah rakyat,” jelasnya, mengutip pada Selasa (26/11/2024).
Untuk menyikapi serangan fajar sebagai bagian dari politik uang, Muhammadiyah meminta masyarakat Muslim harus memahami bahwa keterlibatan dalam praktik ini, baik sebagai penerima, pemberi, maupun pendukung, berarti turut serta dalam perbuatan dosa besar.
Itulah pembahasan mengenai hukum memberi dan menerima serangan fajar jelang pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. Mari pahami bersama.
***