Purwokerto, serayunews.com
Humas Bank Sampah Srayan Makarya, Suciatin sekaligus pelatih pembuatan ecoprint menjelaskan, awal mula muncul ide tersebut yakni, saat tahun 2019 lalu tepatnya pada bulan April, lima orang ibu-ibu mengikuti pelatihan ecoprin. Hingga pelatihan tersebut sempat terhenti karena pandemi Covid-19.
Namun, karena tidak ada kegiatan selama pandemi dikarenakan harus melakukan pembatasan kegiatan, mereka akhirnya berkumpul kembali, dengan tetap menjalankan prokes, untuk mengisi waktu luang membuat ecoprint.
“Memang baru memulai, di masa pandemi tidak ada kegiatan, dulu lima orang, kami berkumpul tetap jaga jarak, melakukan pelatihan,” kata dia.
Dari lima orang tersebut, jumlah ibu-ibu yang tergabung semakin banyak, hingga akhirnya secara rutin atau hampir setiap hari mereka mengadakan pelatihan, hingga berhasil membuat pakaian ecoprint.
“Kita sekarang sehari bisa produksi 5-8 pakaian, karena memang prosesnya cukup lama. Kalau kebetulan untuk bahan-bahan seperti dedaunan dan bunga kita ambil di sekitar, kalau kaos, kain dan mukena kita beli,” ujarnya.
Harganya cukup terjangkau, untuk kaus ecoprint biasa dibandrol dengan harga Rp 28 ribu, berbeda dengan kaus yang berlengan panjang ataupun kualitas kainnya yang bagus.
“Kalau ada yang bilang harganya mahal, memang karena proses pembuatannya itu bisa memakan waktu satu minggu, dari mulai menyiapkan bahan, hingga pakaian siap untuk digunakan,” kata dia.
Suci menjelaskan secara singkat proses pembuatan pakaian ecoprint, yakni untuk pakaian ataupun medianya dilakukan pencucian terlebih dahulu, dengan sabun yang tidak menimbulkan busa banyak. Kemudian melakukan proses pengeringan, hingga keesok harinya ditaruh bahan seperti tawan, tujung dan bahan lainnya.
“Kalau warna kuning kita pakai cuka, hijau pakai tunjung. Setelah kering kita rendam lagi pakai kapur sirih, kemudian dibilas menggunakan air bersih. Untuk memasang bunga-bunga itu sebenarnya proses akhir, setelah itu baru dikeringkan lagi, jadi prosesnya itu bisa satu minggu,” ujarnya.