Purbalingga, serayunews.com
Bicara pariwisata, tak selalu harus melakukan pembangunan wahana. Pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, bisa menjadi saya tarik. Nuansa alam D’las Pratin, Kecamatan Karangreja, terbukti cukup memikat wisatawan berkunjung.
Ada lagi keunikan dari relief Goa Lawa yang juga menjadi satu di antara objek wisata unggulan Purbalingga. Hanya mendapat sedikit sentuhan kreatifitas, potensi alam sudah bisa dimanfaatkan, tanpa harus mengesampingkan kelestarian.
Pun dengan potensi Sungai Klawing yang menjadi sungai utama di Kota Perwira. Wahana river tubing, cukup ngetren sebagai objek wisata. Nilai saya tarik bisa bertambah dengan adanya batuan khas Klawing.
Rumusan itu mencuat, saat acara sarasehan dalam rangkaian Klawing Gems Competition 2022. Word Class Tourism menjadi rumusan utama dalam rangkaian rancangan mengangkat wisata purbalingga wilayah utara. Sebagai awal dalam rangkaian ini, usaha Dinporapar dalam memulainya adalah dengan mengangkat kembali daya tarik batu akik klawing.
Acara tersebut dimoderatori oleh Kepala Bidang Pariwisata Dinporapar, Gunanto Eko Saputro. Dihadiri oleh narasumber dari Akademisi Geologi Unsoed, Siswandi Kastari, Patuh Gilardi dari komunitas Klawing Bersatu, dan Arkheolog Purbalingga Adi Purwanto, S.S, M.Si, Kamis (19/05/2022).
Siswandi menyebutkan, bahwa Purbalingga harus belajar dari Martapura. Purbalingga harus punya Sentra batu akik klawing yang di situ terdapat studi-studinya dari asal mula terbentuknya sampai sejarah batu akik yang mempengaruhi budaya antropolognya. Pemilihan lokasinya pun harus dicocokkan berdasarkan sejarah dan karakteristik batu akiknya.
Siswandi melanjutkan bahwa dia memiliki narasi yang bisa dipakai dan dikembangkan, dalam upaya menguatkan branding batu klawing ini. Croping citra satelit google dari wilayah puncak Gunung Slamet ke bobotsari sampai ke timur bisa diimajinasikan oleh Siswandi sebagai perbukitan Naga Hijau, hal ini selaras dengan karakteristik batu akik klawing Naga Sui yang didominasi warna hijau.
“Saya mengkrop gambar satelit wilayah puncak slamet, Bobotsari terus sampai ke timur, ndilalah itu bisa saya imajinasikan sebagai sebuah bentuk naga. Dari situ yang kemudian saya sebutkan, deklarasikan bahwa itu daerah Zona Naga Hijau,” kata Siswandi.
Menurutnya, hal itu bisa dinarasikan sebagai sebuah paket wisata, bisa berupa geo wisata maupun paket jalan-jalan alam di perbukitan Naga Hijau. Untuk kemudian bisa mengkoleksi suvenir batu akik Naga Sui yang dinarasikan sebagai sisik naga hijau.
Adi Purwanto melanjutkan, bahwa yang disampaikan Pak Siswandi bisa disebut sebagai narasi dari rancangan World Class Tourism. Pada wilayah yang disebutkan juga merupakan wilayah yang peninggalan era Neolitikumnya cukup besar. Ada Menhir di Dagan, Batu Pocong di Tejanyana, situs purbakala di Ponjen, limbasari, dsb.