SERAYUNEWS – Plt Bupati Purbalingga, Dimas Prasetyahani, menyatakan siap menindaklanjuti instruksi Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi untuk mempercepat pengendalian inflasi.
Salah satunya dengan membentuk kios TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) di wilayah Purbalingga.
“Kami akan menindaklanjuti arahan Bapak Gubernur dan hasil rapat hari ini dengan mengoptimalkan peran perangkat daerah. Serta mendorong kolaborasi bersama pelaku usaha di sektor pangan, termasuk mengeksplorasi pembentukan kios TPID di Purbalingga,” ujarnya, Kamis (17/7/2025).
Dia menegaskan, bahwa Pemkab Purbalingga berkomitmen penuh menjaga stabilitas harga bahan pokok sebagai bentuk perlindungan terhadap daya beli masyarakat.
“Harapannya, langkah konkret ini dapat mendukung ketahanan pangan daerah dan menekan laju inflasi, sehingga perekonomian masyarakat Purbalingga tetap tumbuh secara stabil,” lanjutnya.
Pernyataan ini dia sampaikan usai ia mengikuti High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Jawa Tengah di Gumaya Hotel, Semarang, Rabu (16/7/2025).
Pertemuan ini bersama seluruh bupati dan walikota se-Jawa Tengah dan fokus pada penanganan inflasi daerah.
Dalam arahannya, Gubernur Ahmad Luthfi mendorong percepatan pembentukan kios TPID di seluruh kabupaten/kota.
Ia mencontohkan Kota Semarang yang meskipun tidak memiliki sawah, mampu menjaga harga beras tetap stabil berkat peran Badan Usaha Milik Petani (BUMP) sebagai offtaker.
“Menjadi anomali ketika Kota Semarang yang tidak punya sawah penetrasi (harga) berasnya normal. Yang punya sawah bagaimana?” ujarnya.
Ia menginstruksikan agar mereplikasi pola serupa di daerah lain yang belum memiliki BUMP atau BUMD pangan. Serta memerintahkan OPD Pemprov Jateng untuk mendampingi proses pembentukan kios TPID.
“Segera bentuk di seluruh kabupaten/kota. Kalau yang belum paham tokonya seperti apa bisa berguru ke Semarang,” katanya.
Kepala Perwakilan BI Jateng, Rahmat Dwisaputra, melaporkan bahwa inflasi Jawa Tengah pada Juni 2025 mencapai 0,24% (mtm).
Ini lebih tinggi dari nasional yang berada di angka 0,19% (mtm). Penyebab utama adalah naiknya harga pangan, khususnya beras.
Beras mengalami kenaikan 0,98% (mtm) dengan bobot inflasi tertinggi sejak 2018. Harga beras medium rata-rata per 8 Juli 2025 tercatat Rp13.565 per kg. Harga ini jauh di atas Harga Acuan Penjualan (HAP) sebesar Rp12.500.
Menurut Rahmat, rantai distribusi beras yang melibatkan lima pelaku – dari petani hingga konsumen akhir – menyebabkan harga menjadi mahal. Selain itu, sebagian pasokan juga mengalir ke luar provinsi.
Sebagai solusi, ia mencontohkan peran BUMP Lumpang Semar di Kota Semarang yang mampu memangkas distribusi dengan mengambil langsung dari Gapoktan, lalu menjualnya di kios TPID dengan harga lebih murah.
“Insya Allah ini akan jadi keberhasilan Jawa Tengah dalam pengendalian inflasi. Jadi dalam HLM kali ini kita akan fokus mengekskalasi Badan Usaha Milik Petani atau Badan Usaha Milik Daerah sebagai offtaker dari beras di Jawa Tengah,” katanya.
Saat ini, sudah ada 15 kios TPID di 10 kabupaten/kota di Jateng. Keberadaan kios TPID terbukti menurunkan inflasi beras secara signifikan.
Contohnya di Kota Semarang, inflasi beras turun dari 18,36% (yoy) pada Juni 2024 menjadi 6,75% (yoy) pada September 2024.
Sementara itu, Pimpinan Perum Bulog Kanwil Jateng, Akhmad Kholisun, menyebutkan bahwa penyaluran beras SPHP selama Juli 2025 targetnya mencapai 12.641 ton. Ini guna menstabilkan harga pasca puncak panen Maret lalu.
Tahun ini, Bulog juga menyalurkan bantuan pangan kepada 3.016.406 Penerima Bantuan Pangan (PBP) dengan total pagu 30.164.060 kg beras—turun 16% dibanding tahun sebelumnya.