
SERAYUNEWS- Musyawarah Nasional (Munas) XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan lima fatwa baru, salah satunya Fatwa tentang Pajak Berkeadilan.
Fatwa ini menjadi sorotan karena menegaskan bahwa pajak tidak boleh dibebankan pada kebutuhan pokok, termasuk rumah tinggal dan sembako.
Ketua Komisi Fatwa SC Munas XI MUI, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh, menjelaskan bahwa penetapan fatwa ini berangkat dari keresahan masyarakat akibat kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil.
“Fatwa ini diharapkan menjadi solusi untuk perbaikan regulasi pajak yang selama ini dirasakan memberatkan dan meresahkan,” ujar Prof Ni’am dalam keterangannya di laman resmi MUI.
Dalam paparan lengkapnya, Prof Ni’am menegaskan bahwa objek pajak syariah hanya boleh dikenakan pada harta produktif atau kebutuhan sekunder dan tersier.
“Pungutan pajak terhadap sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah atau tanah tempat tinggal, tidak mencerminkan asas keadilan dan tujuan pajak,” kata Guru Besar Fikih UIN Jakarta itu.
Ia menambahkan bahwa ukuran kemampuan finansial wajib pajak dapat dianalogikan dengan standar zakat, yaitu minimal setara 85 gram emas, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Di bawah ini adalah naskah lengkap yang dirumuskan Komisi A (Fatwa) Munas XI MUI:
Ketentuan Hukum Fatwa Pajak Berkeadilan
1. Kewajiban Negara
Negara berkewajiban mengelola seluruh kekayaan demi mewujudkan kemakmuran rakyat. Namun jika kekayaan negara tidak mencukupi, pemerintah diperbolehkan memungut pajak dari rakyat dengan syarat:
⦁ Pajak penghasilan hanya dikenakan kepada warga negara yang mampu secara finansial, yaitu yang dalam pandangan syariat setara minimal dengan nisab zakat mal (85 gram emas).
⦁ Objek pajak hanya harta yang berpotensi produktif atau termasuk kategori hajiyat (sekunder) dan tahsiniyat (tersier).
⦁ Pajak harus digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama kelompok yang membutuhkan.
⦁ Penetapan pajak wajib memenuhi asas keadilan.
⦁ Pengelolaan pajak harus amanah, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kemaslahatan umum.
2. Status Kepemilikan Pajak
Pajak yang dibayarkan oleh rakyat adalah milik publik (al-mal al-‘amm) yang dikelola oleh pemerintah sebagai amanah. Karena itu negara wajib:
⦁ jujur
⦁ profesional
⦁ transparan
⦁ berorientasi pada keadilan dan kemaslahatan.
3. Larangan Pajak terhadap Barang Primer
MUI menegaskan bahwa barang primer tidak boleh dikenai pajak berulang (double tax). Aturan larangan mencakup:
⦁ Barang kebutuhan primer (dharuriyat).
⦁ Sembilan bahan pokok (sembako).
⦁ Bumi dan bangunan non-komersial yang dihuni atau digunakan sebagai tempat tinggal.
4. Kepatuhan Wajib Pajak
Warga negara wajib menaati aturan pajak selama penetapannya sesuai ketentuan keadilan syariat sebagaimana dimaksud fatwa poin 2 dan 3.
5. Pajak Tidak Adil Hukumnya Haram
Jika pemerintah memungut pajak yang tidak memenuhi asas:
⦁ keadilan
⦁ kemaslahatan
⦁ kemampuan finansial
⦁ maka hukumnya haram menurut fatwa MUI.
6. Zakat Sebagai Pengurang Pajak
Zakat yang sudah dibayarkan umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajak. Artinya, zakat harus diperhitungkan dalam skema perpajakan sesuai ketentuan keadilan dalam syariat Islam.
1. Sesuaikan Pajak dengan Kemampuan Wajib Pajak
MUI meminta pemerintah meninjau ulang beban pajak terutama pajak progresif yang dianggap terlalu besar dan tidak berkeadilan.
2. Optimalkan Aset Negara dan Berantas Mafia Pajak
Pemerintah harus mengelola sumber kekayaan negara secara optimal serta menindak tegas mafia pajak demi kesejahteraan rakyat.
3. Evaluasi UU Pajak yang Tidak Berkeadilan
Pemerintah dan DPR berkewajiban mengevaluasi semua peraturan perpajakan yang dinilai memberatkan masyarakat, serta menjadikan fatwa MUI sebagai rujukan.
4. Pemda Harus Evaluasi PBB, PPh, PPn, dan Pajak Lain
MUI menyoroti banyaknya kenaikan jenis pajak di daerah termasuk:
⦁ PBB
⦁ PPn
⦁ PPh
⦁ PKB
⦁ pajak waris
yang sering dinaikkan hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan keadilan masyarakat.
5. Pemerintah Wajib Kelola Pajak Secara Amanah
Seluruh instansi pengelola pajak wajib menerapkan prinsip amanah, profesionalisme, transparansi, dan keadilan.
6. Masyarakat Wajib Taat Pajak yang Adil
Masyarakat harus menaati pajak jika pemungutannya jelas digunakan untuk kemaslahatan umum.
Munas XI MUI juga menetapkan empat fatwa penting lainnya:
1. Fatwa Kedudukan Rekening Dormant.
2. Fatwa Pengelolaan Sampah di Sungai, Danau, dan Laut untuk Kemaslahatan.
3. Fatwa Status Saldo Uang Elektronik Hilang atau Rusak.
4. Fatwa Kedudukan Manfaat Produk Asuransi Kematian dalam Asuransi Jiwa Syariah.
Fatwa Pajak Berkeadilan dari MUI menegaskan bahwa pajak harus didasarkan pada:
⦁ asas keadilan
⦁ kemampuan wajib pajak
⦁ larangan pemungutan pada kebutuhan pokok
⦁ pengelolaan amanah dan transparan.
Fatwa ini diharapkan menjadi rujukan penting bagi pemerintah dalam melakukan reformasi perpajakan agar lebih mencerminkan keadilan sosial dan nilai syariat.