SERAYUNEWS – Puluhan mahasiswa dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) terjun langsung ke masyarakat adat Kalitanjung dalam kegiatan kelas wisata budaya bertajuk “Jejak Budaya Kalitanjung.”
Acara ini digelar pada Senin, 21 Juli 2025, di Grumbul Kalitanjung, Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.
Program ini merupakan bagian dari proyek penelitian dosen FIB Unsoed yang dipimpin oleh Gita Anggria Resticka, S.S., M.A.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menginventarisasi serta mendokumentasikan praktik budaya masyarakat Kalitanjung, termasuk simbol-simbol, bahasa ritual, hingga fungsi sosial dari kearifan lokal yang masih hidup di tengah masyarakat.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa tidak hanya mendapatkan pemahaman teoretis, tetapi juga pengalaman langsung di lapangan.
Salah satu momen penting yang mereka ikuti adalah prosesi tradisi Grebeg Sura, yang menjadi salah satu perayaan budaya paling dinanti di Desa Tambaknegara.
Dalam rangkaian Grebeg Sura, masyarakat Kalitanjung masih melestarikan tradisi ruwatan, sebuah ritual adat yang dilakukan secara turun-temurun.
Ruwatan dipercaya sebagai media untuk membersihkan diri dari bala, kesialan, dan energi negatif, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur, doa bersama, serta upaya menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan leluhur.
Ruwatan dilaksanakan dengan penuh simbol dan filosofi. Salah satu kasepuhan Kejawen Kalitanjung menjelaskan bahwa pada tahun ini, ritual dilakukan sedikit berbeda karena faktor penanggalan Jawa.
“Pada bulan Sura tahun ini, tidak ada Kamis Wage dan Jumat Kliwon, jadi pelaksanaannya diganti menjadi hari Senin Wage untuk bersih desa dan ruwat bumi, kemudian acara puncak slametan sedekah bumi pada hari Selasa Kliwon,” tuturnya.
Dalam kepercayaan masyarakat, Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon di bulan Sura merupakan waktu sakral karena tempat-tempat keramat biasanya ramai dikunjungi para peziarah.
Rangkaian ritual dimulai sejak pagi hari dengan tembang Jawa yang dinyanyikan oleh sinden laki-laki, lalu dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit.
Pertunjukan ini bukan hanya hiburan, tetapi juga berfungsi sebagai simbol pelepasan dari keruwetan hidup dan sarana pembelajaran nilai-nilai sosial dalam masyarakat Kalitanjung.
Bagian penting dari tradisi ruwatan adalah prosesi slametan, yang diikuti oleh para kasepuhan secara gotong royong. Mereka membawa tumpeng, ingkung ayam, dan jajanan pasar sebagai sajian utama.
Sajian ini memiliki makna lebih dari sekadar makanan, ia menjadi simbol rasa syukur dan permohonan keselamatan bersama.
Tak ketinggalan, disiapkan pula gunungan berisi hasil bumi, yang menjadi simbol kesejahteraan dan wujud terima kasih masyarakat atas berkah alam.
Kehadiran mahasiswa dalam kegiatan ini memberi mereka wawasan baru tentang kearifan lokal yang tidak mereka dapatkan di ruang kelas.
“Saya benar-benar terharu,” ujar Harum, salah satu mahasiswa FIB Unsoed. “Biasanya kami belajar tentang budaya dari buku. Tapi melalui kegiatan ini, kami merasakannya langsung. Ada nilai, ada filosofi, dan ada kedalaman spiritual yang sangat mendalam.”
Gita Anggria Resticka, M.A. selaku ketua peneliti, menyampaikan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam program ini sangat penting untuk mengembangkan berbagai keterampilan penting.
“Melalui kegiatan ini, mahasiswa juga terlatih dalam keterampilan riset lapangan dan etnografi untuk mengasah kemampuan akademik, berpikir kritis, dan kepekaan sosial mereka dalam konteks nyata,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tanggung jawab masyarakat adat.
“Kelas wisata budaya ini menegaskan bahwa pelestarian kearifan lokal bukan hanya tugas masyarakat adat, tetapi juga tanggung jawab akademisi dan generasi muda,” tambahnya.
Tradisi ruwatan bukan sekadar ritual adat, tetapi juga warisan moral yang penuh pesan. Nilai-nilai seperti gotong royong, spiritualitas, keterhubungan manusia dengan alam, serta seni budaya hidup di dalamnya.
Kegiatan ini membuka kesadaran mahasiswa bahwa menjaga warisan budaya bukan hanya soal dokumentasi, tetapi juga soal meneruskan nilai-nilai hidup yang diwariskan leluhur.***