
SERAYUNEWS- Pemerintah menegaskan bahwa mulai 2 Februari 2026 berbagai surat tanah tradisional tidak lagi menjadi bukti kepemilikan yang sah.
Perubahan ini muncul karena pemerintah ingin membangun sistem pertanahan yang lebih tertib, seragam, dan memiliki kekuatan hukum yang jelas.
Pemilik tanah yang masih memegang dokumen lama perlu memahami aturan baru ini agar hak milik tetap terlindungi.
Artikel ini menjelaskan jenis dokumen yang akan dihapus, alasan regulasi, risiko jika tidak melakukan pembaruan, dan langkah penyelesaiannya.
Beberapa jenis dokumen lama tidak akan diakui lagi sebagai bukti kepemilikan tanah. Dokumen tersebut meliputi girik, letter C, petok D, pipil, kekitir, landrente, verponding, serta berbagai surat adat atau dokumen warisan hak lama lainnya.
Dokumen itu hanya mencatat kewajiban pembayaran pajak atau administrasi desa, sehingga tidak membuktikan hak kepemilikan secara resmi dalam sistem pertanahan modern.
Pemerintah menilai bahwa penggunaan dokumen tradisional sering memunculkan sengketa karena tidak memiliki kejelasan data fisik dan yuridis.
Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 yang mewajibkan seluruh pemilik tanah dengan alas hak adat atau dokumen lama untuk mendaftarkan ulang tanah mereka dalam jangka waktu lima tahun.
Batas waktu tersebut berakhir pada 2 Februari 2026. Pemerintah menjalankan kebijakan ini untuk memperkuat kepastian hukum, mencegah klaim ganda, dan memastikan seluruh tanah tercatat secara digital.
Pemerintah juga ingin menyamakan standar bukti kepemilikan tanah agar seluruh kegiatan ekonomi, pembangunan, dan transaksi pertanahan memiliki acuan hukum yang sama.
Pemilik tanah yang tetap mengandalkan girik atau letter C setelah 2026 akan menghadapi berbagai risiko.
Dokumen lama tidak lagi memiliki kekuatan hukum sebagai bukti kepemilikan sehingga pemilik akan sulit menjual tanah, mengurus warisan, atau menggunakannya sebagai agunan.
Jika terjadi sengketa, dokumen tradisional tidak dapat membuktikan hak milik secara kuat.
Situasi ini membuat kedudukan hukum pemilik menjadi lemah. Meski begitu, pemerintah menjelaskan bahwa tanah tidak otomatis menjadi milik negara.
Namun, posisi hukum pemilik menjadi tidak aman jika tidak segera melakukan sertifikasi.
Pemilik tanah dengan dokumen lama bisa memperbarui kepemilikan melalui Badan Pertanahan Nasional.
Prosesnya dapat berjalan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau permohonan sertifikasi biasa.
Pemilik perlu menyiapkan dokumen pendukung seperti girik atau letter C, bukti pajak, surat keterangan tidak sengketa dari desa atau kelurahan, serta identitas diri.
BPN akan melakukan verifikasi, pengukuran tanah, dan pengumuman data untuk memastikan tidak ada keberatan dari pihak lain.
Bila seluruh prosedur selesai dan data terbukti benar, BPN menerbitkan Sertifikat Hak Milik yang menjadi bukti kepemilikan paling kuat dan mendapat pengakuan secara nasional.
Penghapusan surat tanah tradisional pada 2026 menandai pentingnya sertifikasi sebagai dasar hukum kepemilikan tanah.
Pemilik tanah yang masih memakai girik, letter C, atau petok D perlu segera melakukan pembaruan agar hak milik tetap aman.
Mengurus sertifikat bukan hanya mengikuti aturan, tetapi juga memastikan tanah memiliki perlindungan hukum yang jelas.
Kebijakan ini membantu masyarakat menghindari konflik, memperkuat legalitas aset, dan memudahkan transaksi di masa depan.***