SERAYUNEWS- Dikit-dikit scroll, dikit-dikit buka story. Kalimat seperti ini mungkin terasa sangat dekat dengan keseharian Gen Z.
Di era serba digital, smartphone dan media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak muda.
Namun, belakangan muncul fenomena menarik. Gen Z mulai merasa jenuh. Bosan. Lelah. Akhirnya, mereka memilih untuk digital detox.
Meskipun Gen Z dikenal sangat tech-savvy, bukan berarti mereka selalu betah di dunia maya.
Banyak dari mereka mengaku merasa lelah karena terus-menerus terpapar informasi, tekanan untuk selalu tampil menarik di media sosial, hingga rasa cemas akibat FOMO (Fear of Missing Out).
Sebagian memilih mematikan notifikasi, log out dari Instagram, atau bahkan menonaktifkan akun sementara.
Aktivitas seperti journaling, membaca buku, menggambar, olahraga ringan, atau sekadar jalan-jalan sore tanpa HP jadi pilihan yang menyegarkan.
Digital detox adalah keputusan sadar untuk rehat sejenak dari perangkat digital, terutama smartphone dan media sosial.
Tujuannya? Menjaga kesehatan mental, mengurangi stres, dan mengembalikan fokus pada hal-hal nyata di sekitar kita.
Bagi sebagian Gen Z, ini jadi cara untuk kembali hidup di dunia nyata, setidaknya untuk sementara.
Digital detox di kalangan Gen Z bisa jadi berawal dari tren, tapi ternyata banyak yang melakukannya karena benar-benar butuh.
Beberapa influencer bahkan membagikan pengalaman detox mereka sebagai inspirasi, dan hal ini mendorong lebih banyak orang untuk mencoba.
Namun, di sisi lain, ada juga yang menjadikan detox sebagai bagian dari estetika media sosial.
Ironisnya, momen menjauh dari HP justru tetap diabadikan dan dibagikan setelah detox selesai. Ini menunjukkan bahwa detox bisa jadi bentuk refleksi, tapi juga tidak lepas dari budaya pamer.
Fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan soal makna keseharian yang kini sering kali didikte oleh algoritma.
Ketika waktu luang selalu identik dengan membuka media sosial, digital detox menjadi semacam perlawanan terhadap rutinitas tersebut.
Gen Z yang memilih jeda dari dunia maya sejatinya sedang mencari kembali kendali atas waktunya sendiri.
Digital detox bukan berarti anti-teknologi. Justru, ini mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam menggunakan perangkat digital.
Gen Z mulai menyadari bahwa tidak apa-apa untuk offline sejenak. Dunia nyata pun tak kalah seru untuk dijelajahi.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah kembali mengenal diri sendiri. Apakah kita menggunakan HP karena memang perlu atau hanya karena kebiasaan?
Saat bisa menjawab pertanyaan itu dengan jujur, mungkin saat itulah kita benar-benar berhasil menjalani digital detox.
Jadi, kapan terakhir kali kamu rehat dari layar dan menikmati heningnya dunia nyata?***