
SERAYUNEWS – Nama Bakso Remaja Gading sempat ramai dibicarakan warga Solo. Sehingga, masih ada yang bertanya kenapa bakso tersebut tutup?
Pasalnya, setelah Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surakarta menemukan bahwa produk kuliner tersebut dikategorikan nonhalal.
Temuan ini muncul dalam kegiatan monitoring rutin pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bakso dan mie ayam yang dijual di tempat tersebut tidak memenuhi kriteria halal dan belum memiliki izin usaha resmi.
Dalam laporan resmi DKPP yang diterima pada Senin, 3 November 2025, disebutkan bahwa pemilik usaha, Sugino, juga belum memiliki sertifikat hygiene dan sanitasi.
Namun, fasilitas pembuangan air limbah (SPAL) masih dinilai sesuai standar.
Tim monitoring yang dipimpin oleh Agus Samito kemudian merekomendasikan agar pihak usaha memasang tanda khusus yang menyatakan produk tersebut nonhalal.
“Mohon untuk memasang tanda bahwa menggunakan produk atau bahan nonhalal,” tulis DKPP dalam rekomendasi berita acara pemeriksaan tersebut.
Monitoring yang dilakukan DKPP bertujuan memastikan keamanan pangan dan kejelasan status produk bagi masyarakat.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan bakso dan mie ayam di tempat itu tidak memenuhi standar kehalalan.
Meski begitu, DKPP tidak langsung menutup tempat usaha tersebut, melainkan memberikan rekomendasi perbaikan dan pemasangan tanda peringatan agar konsumen memahami status produk yang dikonsumsi.
Namun, tak lama setelah temuan itu, aktivitas di Bakso Remaja Gading dikabarkan berhenti. Berdasarkan pantauan warga sekitar, warung tersebut kini tutup.
Sejumlah foto yang beredar menunjukkan stiker bertuliskan “nonhalal” telah terpasang di meja kasir sebelum akhirnya tempat itu tak lagi beroperasi.
Penemuan ini memicu beragam tanggapan dari warga Solo, terutama mengingat lokasi warung berada di kawasan yang cukup padat pengunjung dan dikenal dengan berbagai kuliner khas.
Beberapa konsumen mengaku terkejut setelah mengetahui bahwa bakso yang selama ini mereka beli ternyata tidak memiliki sertifikasi halal.
DKPP menegaskan bahwa kegiatan monitoring semacam ini merupakan bagian dari evaluasi rutin terhadap usaha pangan di Kota Surakarta.
Tujuannya bukan untuk menjatuhkan pelaku usaha, melainkan memberikan edukasi dan memastikan kejelasan informasi kepada masyarakat.
Kasus Bakso Remaja Gading menjadi pengingat penting bagi pelaku usaha kuliner di Solo dan daerah lain.
Label halal bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari kepercayaan konsumen.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, kehalalan makanan menjadi pertimbangan utama sebelum membeli atau mengonsumsi suatu produk.
Sertifikasi halal juga mencerminkan transparansi usaha dan menunjukkan bahwa pelaku bisnis mematuhi standar kebersihan serta pengolahan pangan yang ditetapkan lembaga berwenang.
Tanpa label tersebut, konsumen bisa merasa ragu atau bahkan kehilangan kepercayaan terhadap produk yang dijual.***