SERAYUNEWS- Menyambut awal Tahun Baru 2025, umat Islam di seluruh Indonesia melaksanakan Shalat Jumat dengan penuh hikmah dan rasa syukur.
Di berbagai masjid, khutbah Jumat kali ini mengangkat tema refleksi diri dan harapan untuk menjadi pribadi yang lebih baik di tahun mendatang
Pada momen akhir tahun 2024 ini, ketika sebagian masyarakat di berbagai belahan dunia merayakan pergantian tahun dengan berbagai bentuk kesenangan, bahkan tak jarang disertai dengan hura-hura dan kemaksiatan, umat Muslim seharusnya menyadari pentingnya menjauhi perbuatan yang dapat melanggar norma agama.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengendalikan hawa nafsu dan menjaga diri dalam merayakan momen pergantian tahun.
Contoh Teks Khutbah Jumat NU
Judul : “Mengendalikan Hawa Nafsu saat Pergantian Tahun Baru.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Dari atas mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat untuk diri pribadi dan juga jamaah sekalian agar senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan takwa, kita berharap mendapatkan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Istilah perayaan tahun baru juga dikenal dalam Islam, sebagaimana biasa dirayakan pada tanggal satu Muharram.
Secara esensial, tahun baru Islam dengan tahun baru yang lain, misalnya tahun baru Masehi, tidaklah jauh berbeda, yakni momen yang ditunggu-tunggu bagi setiap orang untuk bergembira dan bersyukur atas segala nikmat yang selama ini didapatkan.
Artinya: “Katakanlah (wahai Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
Merayakan momentum tahun baru dengan berbagai bentuknya, menurut perspektif kajian Islam merupakan hal yang mubah atau diperkenankan, selama hal itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar syariat.
Mengingat hal tersebut, alangkah baiknya kita sebagai umat Islam memperhatikan hal tersebut, karena perayaan malam tahun baru Masehi identik dengan hura-hura dan hal-hal yang kurang bermanfaat, bahkan sebagian orang ada yang merayakan pergantian tahun ini dengan kemaksiatan. Na’udzubillah
Kita berkewajiban untuk menjaga diri kita, mengajak keluarga dan masyarakat sekitar untuk meninggalkan maksiat semaksimal mungkin. Marilah kita menyadari bahwa penyebab murka Allah SWT adalah akibat dari perbuatan maksiat yang kita lakukan.
Untuk menghindari kemaksiatan kita tentu harus tahu tentang sebab utama kemaksiatan, sebab utama seorang hamba melakukan maksiat adalah selalu mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana dijelaskan Syekh ibnu Atha’illah as-Sakandari dalam kitab al-Hikam:
Artinya: “Akar setiap kemaksiatan,kelalaian dan syahwat adalah kerelaan seseorang akan nafsunya, sebaliknya, akar dari setiap ketaatan, kewaspadaan, dan terjaganya diri dari maksiat adalah tidak rela jika dirinya dikendalikan hawa nafsu.”
Oleh karenanya, sangat penting bagi kita untuk bisa mengendalikan hawa nafsu, jangan sampai kita dikendalikan nafsu kita untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat hingga melewati batas. Setiap bentuk perayaan sejatinya untuk meningkatkan syukur kita atas segala nikmat dan anugrah yang telah kita dapatkan.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Dalam hal mengendalikan nafsu, Hujjatul Islam Muhammad Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin, Jilid 1, halaman 329, menjelaskan:
Artinya: “Para ulama mengatakan, bahwa untuk mengalahkan nafsu terdapat tiga cara, yaitu: pertama, mencegah keinginan nafsu (syahwat),” Nafsu bagaikan kuda liar yang akan jinak bila diberi makanan kesukaannya dengan porsi yang tepat.
Dengan kita mengurangi kesenangan hawa nafsu, niscaya lambat laun nafsu kita akan terkendali dengan sendirinya karena terbiasa tidak mendapatkan keinginannya.
“Kedua: memperberat beban nafsu dengan berbagai ibadah”, Nafsu bagaikan keledai yang nakal, yang apabila ditambah beban muatannya dan dikurangi makanannya keledai itu akan menjadi jinak dan menurut.
Artinya, dengan melatih nafsu kita melalui ibadah yang berat maka diharapkan nafsu tersebut terbiasa dan merasa ringan dalam melakukan ibadah dan kebaikan.
“Ketiga: memohon pertolongan kepada Allah ‘azza wa jalla, dengan penuh ketundukan kepada-Nya agar Allah menolong kita untuk mengendalikan nafsu,” Mari kita perhatikan perkataan Nabi Yusuf sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Sesungguhnya nafsu selalu menyuruh pada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Q.S Yusuf [12]: 53).
Menurut Ibnu Abbas, maksud dari kalimat “illa mâ raḫima Rabbi” adalah nafsu merupakan sesuatu yang selalu mengajak kepada keburukan, kecuali nafsu yang dijaga oleh Allah SWT.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah Apabila kita istiqamah mengerjakan tiga hal tersebut, niscaya nafsu akan tunduk kepada kita dengan izin Allah SWT. Dengan demikian, kita akan terbebas dan selamat dari dorongannya yang mengarah pada kemaksiatan.
Terlebih pada momen ketika banyak orang terbuai dalam euforia perayaan pergantian tahun, umat Islam wajib menjaga hawa nafsunya agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan yang hanya akan mendatangkan penyesalan, baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan mengendalikan hawa nafsu, kita berharap menjadikan pergantian tahun ini pelajaran, juga sebagai momen meningkatkan kembali semangat kita dalam ibadah dan mengamalkan kebaikan, karena sejatinya seorang mukmin adalah orang yang bisa menjadikan harinya lebih baik daripada hari sebelumnya.
Demikian khutbah Jumat yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Semoga kita bisa mengelola hawa nafsu kepada jalan yang benar agar kita mendapat ridla Allah SWT. Aamin ya rabbal alamin.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga, dan para sahabatnya yang setia.
Tak lupa, melaui mimbar ini khatib mengajak diri juga seluruh jamaah untuk terus meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah, dengan sebenar-benarnya iman dan takwa. Terus istiqamah dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Jamaah yang dirahmati Allah
Semangat baru dan optimisme mestinya selalu tumbuh dalam diri setiap Muslim. Momen tahun baru tentu sangat tepat untuk dijadikan sarana penggugah semnagt dan optimisme.
Karenanya, pada kesempatan yang mulia ini, mari kita bersama-sama merenungi dan mendalami makna dari dua elemen yang sangat penting dalam kehidupan kita: yaitu semangat baru dan optimisme.
Dalam rentang hidup di dunia ini, terkadang kita dihadapkan pada tantangan dan rintangan yang membuat semangat terkikis dan optimisme meredup. Namun, sebagai umat Islam, kita diajak untuk senantiasa menatap masa depan dengan semangat baru dan penuh optimisme.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr: 18).
Agar semangat baru ini tumbuh dan terjaga pada diri pribadi seorang Muslim, berikut nasihat-nasihat yang bisa dicermati:
Pertama, kembali ke fitrah manusia. Allah SwT menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baik rupa. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS At-Tin ayat 4 yang artinya “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Fitrah ini mencakup semangat baru yang ditanamkan di dalam jiwa kita. Namun, seringkali kehidupan sehari-hari membuat kita melupakan fitrah tersebut. Saatnya kita kembali kepada hakikat manusia agar semangat hidup terus tumbuh.
Kedua, keteladanan Rasulullah saw. Rasulullah adalah contoh utama semangat baru. Beliau menghadapi tantangan berat dalam menyebarkan risalah Islam. Namun, tidak pernah beliau menyerah. Semangat baru Rasulullah menginspirasi sahabat-sahabatnya untuk tetap berjuang.
Maka ketika kita mengaku sebagai pengikut setianya, meneladaninya adalah sebuah keharusan. Dalam berdakwah dan menjalani hidup ini Rasul selalu semangat dan selalu tampil sebagai problem solver. Kita pun mestinya demikian.
Ketiga, pelestarian alam. Menjaga alam merupakan bentuk semangat baru kita sebagai Muslim.
Allah menciptakan alam dengan sebaik-baiknya, dan sebagai khalifah, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan alam. Dengan semangat baru, mari kita jadi agen perubahan dalam menjaga keindahan ciptaan-Nya.
Bukan sebaliknya justeru cuek, acuh, dan merusak lingkungan. Minimal semangat baru dalam peleestarian alam ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Seperti membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik, menanam pohon di sekitar rumah, dll.
Sementara sebagai modal penguat optimisme adalah sebagai berikut: Pertama, tawakal kepada Allah. Optimisme sejati berasal dari keyakinan kita kepada Allah.
Allah adalah Al-Mudabbir, Pemelihara yang Maha Menyusun segala urusan. Dengan tawakal kepada-Nya, kita yakin bahwa masa depan yang cerah sedang menanti.
Kedua, pelajaran dari keberhasilan orang-orang terdahulu. Ambillah pelajaran dari keberhasilan para nabi, sahabat, dan tokoh-tokoh Islam. Mereka menghadapi berbagai rintangan dengan optimisme yang tak tergoyahkan. Keberhasilan mereka adalah bukti bahwa optimisme membuahkan hasil.
Ketiga, berjuang dengan ikhtiar dan doa. Optimisme bukanlah sikap pasif. Kita perlu berjuang dengan ikhtiar yang maksimal dan senantiasa berdoa kepada Allah. Dengan doa yang tulus, pintu-pintu kemungkinan terbuka, dan masa depan menjadi ladang yang subur untuk ditanami.
Saudaraku yang dirahmati Allah
Semangat baru dan optimisme adalah kunci menuju masa depan yang penuh berkah. Sebagai umat Islam, kita memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi setiap rintangan. Mari kita jadikan semangat baru dan optimisme sebagai motor penggerak dalam meraih masa depan yang lebih baik.
Saya mengajak kepada kita semua untuk memperkuat tali silaturahmi, saling mendukung, dan senantiasa berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan dan petunjuk di setiap langkah kita. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.