Salah satu tokoh terkemuka di masa lalu dari Purbalingga adalah Usman Janatin. Namanya diabadikan sebagai nama taman yang tak jauh dari Alun-alun Purbalingga. Usman Janatin yang prajurit KKO (kini Marinir) itu, dikenal karena melakukan pengeboman di gedung McDonald yang ada di Orchad Road, pusat keramaian Singapura pada 10 Maret 1965.
Usman bersama Harun melakukan pengeboman saat konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Saat itu Singapura masih jadi bagian dari Malaysia. Sehingga, Singapura jadi salah satu sasaran. Setelah aksi pengeboman itu, Usman dan Harun ditangkap dan kemudian dihukum mati. Di sisi lain, aksi mereka dalam konfrontasi itu dikenang dan keduanya mendapatkan gelar pahlawan oleh pemerintah Indonesia.
Salah satu kisah Usman Janatin di Singapura adalah saat dia tertangkap oleh aparat Singapura, beberapa hari setelah peledakan di gedung McDonald. Awalnya, dia ditangkap karena pelanggaran wilayah. Aparat Singapura belum mengetahui bahwa Usman dan Harun adalah sosok yang melakukan pemboman di Singapura.
Nah, setelah ditangkap, mereka diinterogasi. Siksaan demi siksaan diberikan. Misalnya, sembari terus ditanya dan disiksa, diminta duduk di balok es tanpa sehelai benang pun. Sembari diperiksa, badan mereka dipukul dengan gagang senjata. Siksaan yang pedih membuat Usman dan Harun memberi pengakuan bahwa mereka yang melakukan pengeboman di Singapura.
Setelah mengakui perbuatannya, mereka dibawa ke Penjara Changi di Singapura. Mereka ditempatkan secara terpisah di lantai tiga. Masing-masing diisolasi di ruangan berukuran 1,6 x 2,4 meter. Tak ada lampu dan kipas angin di ruangan pengap itu.
Hanya ada ranjang yang terbuat dari semen da nada lubang di pojokan untuk membuang hajat. Di atap, ada teralis untuk sirkulasi udara dan sinar matahari. Kecintaannya pada Indonesia membuat Usman selalu menyanyikan Lagu Indonesia Raya setiap pagi di ruang isolasi itu. Sesekali dia menggedor pintu dan berteriak. Namun, tentu saja tak ada yang membukanan dan mendengar jeritan Usman di ruang isolasi.
Di Penjara Changi inilah Usman juga mengetahui ada beberapa orang yang juga memiliki misi yang sama dengan dirinya saat konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Beberapa orang itu juga gagal menjalankan misinya sehingga juga ditahan di Penjara Changi.
Mereka yang gagal itu adalah kelompok Soetrisno. Mereka hanya dihukum 7 tahun penjara karena hanya membawa bahan peledak dan belum melakukan peledakan. Sementara, Usman dan Harun seperti diketahui mendapatkan hukuman mati.
Pemerintah Indonesia kala itu berusaha semaksimal mungkin membela Usman dan Harun. Bahkan, pemerintah Indonesia membayar pengacara ternama AJ Braga dengan bayaran 6.000 dolar AS. Saat persidangan Usman dan Harun mengatakan bahwa mereka tak ada di Singapura saat ledakan terjadi. Namun, pengadilan memutuskan memakai keterangan keduanya di tahanan yang mengakui melakukan peledakan setelah mendapatkan siksaan.
Pada akhirnya, lebih dari tiga tahun setelah peledakan, Usman dan Harun kemudian dihukum gantung pada pada 17 Oktober 1968 di Penjara Changi, Singapura. Jenazah Usman dan Harun dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata.
Referensi
Arif Saefudin: Patriot Bangsa dari Kota Perwira: Biografi Usman Janatin, 1943-1968