Hari ini, 56 tahun lalu atau 10 Maret 1965, tiga prajurit KKO (kini bernama Marinir), melakukan aksi pengeboman di gedung McDonald yang ada di Orchad Road, pusat keramaian Singapura. Salah satu di antara yang melakukan pengeboman itu adalah prajurit KKO asal Purbalingga, Usman bin Haji Ali Mohamed Ali atau juga dikenal dengan nama Usman Janatin. Bahkan, dalam aksi tersebut, Usman adalah pimpinannya. Sekalipun melakukan pengeboman, bagi Indonesia, Usman Janatin dan dua rekannya adalah pahlawan!
Ini adalah cerita kelam soal konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Diketahui, saat itu Singapura masih menjadi bagian Malaysia. Pembentukan Federasi Malaysia adalah awal mula ceritanya. Federasi Malaysia terdiri atas Malaysia, Singapura, Brunei, Serawak, dan Sabah.
Presiden Soekarno menilai bahwa pembentukan Federasi Malaysia adalah bentuk neo-kolonialisme Inggris dan membahayakan revolusi Indonesia. Sementara, Filipina tak sepakat karena Sabah adalah wilayah milik Kesultanan Sulu yang disewakan ke Inggris. Kesultanan Sulu masuk dalam kekuasaan Filipina.
Ketidaksepakatan Indonesia dan Filipina terhadap pembentukan Federasi Malaysia membuat hubungan Indonesia-Filipina dengan Malaysia memanas.
Saat itu, frasa dari Presiden Soekarno yang sangat kental dikenal adalah “Ganjang Malaysia!”. Cerita pengeboman di pusat keramaian Singapura juga tak lepas dari polemik pembentukan Federasi Malaysia.
*
Seperti sejarah lainnya, kadang ada detail yang berbeda. Ada yang menyebut bahwa Usman, Harun bin Said, dan Gani bin Arup datang ke Singapura pada 10 Maret 1965 pukul 11 siang atau hari H pengeboman. Ada juga yang menyebut bahwa keduanya sudah datang satu hari sebelum hari H pengeboman. Ada juga yang menyebut bahwa ketiganya ke Singapura menaiki perahu karet di malam hari.
Bahkan, ada detail yang jauh berbeda. Ada yang menyebut bahwa peledakan terjadi pada 10 Maret 1965 kisaran pukul 03.00 pagi dinihari waktu Singapura. Setelah peledakan terjadi, ketiganya berlalu tenang di tengah kegelapan malam. Hal itu seperti dikutip dari Murgiyanto (1989).
Tapi ada juga sumber yang menyebutkan peledakan terjadi pada 10 Maret 1965 kisaran pukul 15.00 waktu Singapura. Hal ini seperti yang dibeberkan https://eresources.nlb.gov.sg/. Versi tulisan dari Singapura itu, setelah peledakan terjadi, maka ketiganya berlalu mencari bus.
Tulisan yang menyebutkan aksi pengeboman pada jelang sore hari, menyebutkan bahwa dua pegawai bank tewas seketika. Artinya, aksi itu terjadi ketika masih ada aktivitas perkantoran. Lalu, pada pukul 16.00 arus lalu lintas diubah dan malam harinya pihak Singapura menilik para korban.
Ada sumber yang menyebutkan bahwa lima orang meninggal dan 35 orang luka-luka akibat aksi pengeboman itu. Tapi ada juga sumber yang menyebut bahwa yang meninggal adalah tiga orang dengan 33 orang luka-luka.
*
Namun, ada kesamaan bahwa ketiga prajurit itu, menaruh bahan peledak seberat 12,5 Kg di Gedung McDonald. Dampak dari ledakan itu sangat luar biasa. Singapura geger. Pencarian pada pelaku pengeboman digencarkan.
Setelah peledakan, ada tulisan yang menyebutkan bahwa Usman memilih mengikuti Harun yang lebih tahu tentang Singapura. Sementara, Gani berpencar. Tujuan mereka sama, yakni meninggalkan Singapura. Gani diketahui selamat dan bisa kembali ke Indonesia.
Namun, cerita berbeda dialami Usman dan Harun. Keduanya memutuskan untuk menyelinap ke kapal dan menjadi pelayan. Penyamaran mereka terkuak pada 12 Maret 1965. Imbasnya, Usman dan Harun didepak dari kapal tersebut.
Lepas dari kapal, keduanya kemudian menyerobot sebuah motor boat untuk bisa kembali ke Indonesia. Nahas, motor boat mereka mati mesin. Sampai akhirnya pada 13 Maret 1965, keduanya diamakan pihak Singapura. Setelah melalui proses persidangan, keduanya mendapatkan hukuman mati.
Pihak pemerintah Indonesia berusaha mati-matian untuk membatalkan hukuman itu. Misalnya, dengan menilai bahwa aksi itu adalah aksi peperangan. Sehingga, harus diproses dalam koridor perang, bukan koridor kejahatan umum. Namun, hal itu ditolak pengadilan setempat.
Selain itu, diplomat Indonesia juga beberapa kali berusaha melakukan lobi. Misalnya agar hukuman Usman dan Harun diubah, tidak jadi hukuman mati. Namun, tetap saja gagal. Singapura bergeming.
Usman dan Harun kemudian dihukum gantung pada pada 17 Oktober 1968 di Penjara Changi, Singapura. Jenazah Usman dan Harun dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata.
Cerita Usman-Harun itu membuat hubungan Indonesia dengan Singapura memanas. Diketahui, beberapa bulan setelah peledakan itu, Singapura menjadi negara merdeka. Hubungan panas itu kemudian coba didinginkan oleh Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew. Pada Mei 1973, Lee saat melawat ke Indonesia, menaburkan bunga pada makam Usman-Harun.
Beberapa tahun lalu, hubungan Indonesia dan Singapura kembali memanas. Pasalnya, Indonesia menamai sebuah kapal dengan nama Usman-Harun. Kapal itu ikut membantu pancarian dan evakuasi AirAsia tahun 2015. Hal itu membuat Singapura jengkel.
*
Usman Janatin lahir pada 16 Maret 1943 di Desa Tawangsari, Kelurahan Jatisaba, Kabupaten Purbalingga. Ada juga sumber yang menyebut kelahiran Usman Janatin adalah 18 Maret 1943. Dia adalah anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Masa kecil Usman dilakoni seperti anak kecil lainnya. Dia suka memancing dan juga suka bermain bulutangkis. Usai selesai SMP, Usman memutuskan menjadi tentara. Saat itu sedang berkumandangnya Trikora.
Kini, nama Usman Janatin diabadikan di kabupaten kelahirannya sebagai nama taman. Taman Usman Janatin tak jauh dari Alun-alun Purbalingga, tepatnya di Jalan Jenderal Ahmad Yani nomor 57, Kelurahan Purbalingga Kidul, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga.