Ini kisah tentang penjara Nusakambangan pada awal abad 20. Di masa awal, seperti pernah ditulis Serayunews.com, penjara Nusakambangan menjadi tempat bagi tawanan perang Aceh.
Namun, masuknya orang Aceh di penjara Nusakambangan tak membuat orang Aceh takluk. Sebab, tak sedikit dari mereka yang melakukan perlawanan terhadap para penjaga penjara. Pertarungan sengit pun terjadi antara napi dengan penjaga.
Imbasnya, napi yang menang dalam pertarungan bisa lari dari penjara Nusakambangan. Tercatat sebanyak 10 persen napi melarikan diri di masa awal pembukaan penjara Nusakambangan pada tahun 1905.
Tapi sebanyak 80 persen yang melarikan diri dari penjara, bisa kembali ditangkap oleh pihak keamanan Hindia Belanda. Mereka yang ditangkap kebanyakan adalah yang masih berada di Pulau Nusakambangan. Sementara, mereka yang bisa keluar dari Pulau Nusakambangan alias ke Pulau Jawa (Cilacap), mereka akan selamat.
Pada tahun 1907 sampai 1927, ada 10 orang penjaga penjara yang tewas di tangan para napi yang melarikan diri.
Situasi tersebut membuat surat kabar di Hindia Belanda mengkritik keras pemerintah. Salah satu media yang cukup keras mengkritik pemerintah adalah NvdD. Media itu menyebutkan bahwa para penjaga penjara tak dibekali kemampuan yang memadai. Bahkan, para penjaga dinilai tak memiliki kemampuan menggunakan senjaga secara baik.
Rimbunnya hutan Nusakambangan juga menjadi poin penting yang diungkapkan NvdD. Lebatnya hutan Nusakambangan serta sedikitnya penjaga penjara, membuat para tahanan atau napi mudah melarikan diri.
NvdD mengeksplorasi ketakutan orang Belanda yang ada di Cilacap. Sebab, ketika para napi atau tahanan kabur dari Nusakambangan dan berhasil sampai ke Cilacap, orang Belanda di Cilacap bisa jadi sasaran.
Surga
NvdD yang mengkritik keras pemerintahan Hindia Belanda akhirnya juga menurunkan wartawannya untuk pergi ke penjara Nusakambangan. Dari hasil reportase diketahui bahwa para tahanan hidup cukup baik karena tanpa pengawasan yang ketat. Para tahanan dan napi itu mendapatkan makanan dari kerja yang mereka lakukan selama di penjara Nusakambangan.
Hal itu dinilai sebagai kenikmatan. Bahkan, orang-orang Belanda memberi penilaian jika para napi di Nusakambangan akan nyaman berada di penjara selama masih bisa makan, minum, dan merokok.
Bahkan, banyaknya napi yang kembali tertangkap setelah melarikan diri, disinyalir bukan ditangkap, tapi menyerahkan diri. Para napi diduga enggan hidup susah di luar penjara. Mereka memilih kembali ke penjara untuk bisa terjamin makan, minum, dan rokok.
Situasi “nikmat” yang didapatkan napi di penjara Nusakambangan itulah yang memunculkan desakan pada pemerintahan Hindia Belanda. Desakannya adalah meminta agar ada kerja paksa sehingga para napi dan tahanan tak merasa seperti berada di surga.
Referensi
Klaas Stutje. From Across the Water: Nusakambangan and the Making of a Notorious Prison Island