
SERAYUNEWS – Berangkat dari kesadaran akan kondisi wilayah yang rawan bencana, Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, memilih jalan pembangunan ekonomi berbasis konservasi.
Dari upaya menjaga alam itulah, lahir Koperasi Sikopel Mitreka Satata Kailasa, UMKM binaan Bank Indonesia Purwokerto yang kini tumbuh menjadi penggerak ekonomi desa.
Wilayah Desa Babadan dikenal rawan longsor dan pernah mengalami bencana yang menelan korban jiwa. Kondisi tersebut mendorong masyarakat setempat mengembangkan tanaman konservasi yang tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga memiliki nilai ekonomi.
Pilihan akhirnya jatuh pada kopi arabika. Selain berfungsi mencegah erosi dan menjaga struktur tanah, kopi memiliki nilai jual yang relatif tinggi dan sesuai dengan karakter masyarakat Desa Babadan yang mayoritas berprofesi sebagai petani.
Perubahan pola tanam ini mulai dilakukan sejak 2008, setelah melalui observasi panjang. Kopi dipilih karena bukan tanaman monokultur, sehingga petani tetap dapat menerapkan tumpang sari dengan sayuran.
Pada 2010, petani Desa Babadan mendapat bantuan bibit kopi dari PLN PT Indonesia Power UBP Mrica serta pendampingan dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Mengingat kondisi geografis wilayah, kopi yang dikembangkan diarahkan pada jenis arabika.
Meski proses penanaman berjalan, persoalan muncul pada 2014 saat terjadi panen raya. Harga kopi cherry arabika justru lebih rendah dibanding robusta, dengan selisih mencapai Rp500 per kilogram.
Situasi ini mendorong kelompok tani berpikir lebih jauh. Mereka mulai mengolah kopi, dari sebelumnya menjual cherry menjadi green bean, sekaligus mencari pasar agar tidak bergantung pada pengepul.
Ketua Koperasi Sikopel Mitreka Satata Kailasa, Turno, mengatakan berbagai persoalan tersebut melahirkan ide membentuk koperasi pada 2016.
“Sebelumnya kita mencoba mengolah, ada perubahan lebih baik, tetapi kita mengalami kendala yang cukup besar, mulai proses pengolahan yang memang belum menguasai, hingga peralatan. Kita juga masih belum menemukan market yang pas,” ujarnya.
Minimnya pengetahuan pengolahan kopi membuat perkembangan berjalan lambat, meski sempat mendapat pendampingan dari akademisi UGM.
“Saat itu kita kembali bersemangat untuk mengembangkan kopi, ada perkembangan saat itu, namun masih lamban,” ujarnya.
Kendala lain muncul dari keterbatasan alat, proses pascapanen, hingga penjemuran yang sangat bergantung pada cuaca sehingga memengaruhi kualitas kopi.
Titik balik terjadi ketika Bank Indonesia Purwokerto hadir melalui pendampingan yang difasilitasi dinas terkait. BI tidak hanya mendampingi, tetapi juga memfasilitasi bibit, peralatan, dan pelatihan menyeluruh.
“Dengan difasilitasi BI ini, kami dilatih dalam masalah kopi ini dari hulu sampai hilir, sehingga perkembangan bisa lebih cepat, termasuk jaringan pemasaran. BI datang pas sesuai dengan yang dibutuhkan kelompok tani dan koprerasi,” katanya.
Pendampingan tersebut mempercepat transformasi Koperasi Kailasa, mulai dari peningkatan kualitas produk, tata kelola kelembagaan, hingga perluasan akses pasar.
Koperasi Kailasa kini bergerak dalam penguatan ekonomi anggota berbasis potensi lokal. Sejak mendapat pembinaan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Purwokerto, koperasi ini mengalami peningkatan signifikan dalam manajemen, kualitas produk, dan jejaring pasar.
BI juga mendorong koperasi beradaptasi dengan digitalisasi, termasuk sistem pembayaran non-tunai dan promosi digital, sehingga produk kopi Babadan mampu menembus pasar global.
“Pendampingan dari Bank Indonesia sangat membantu kami, terutama dalam meningkatkan kualitas pengelolaan kopi dan peralahannya. BI mendampingi kami dari hulu sampai hilir, sehingga anggota kami lebih percaya diri dan siap bersaing,” ujarnya.
Turno menyebutkan, pendampingan BI masih terus berlangsung hingga saat ini, termasuk melalui fasilitasi business meeting dengan calon pembeli dari berbagai negara.
“Dari bisnis meeting bersama BI ini, kami juga bertemu dengan buyer dari berbagai negara, bahkan saat ini pasar kami sudah menembus Malaysia, Australia, Singapura, dan beberapa negara lain,” katanya.
Kini, Koperasi Kailasa telah memiliki standar kualitas dan jaringan pasar yang kuat. Semua proses tersebut dilalui secara bertahap melalui pendampingan intensif Bank Indonesia.
Kalau berbicara saat ini, maka sebagian goalnya sudah tercapai, pasar sudah terbuka, konservasi juga jalan, bahkan perekonomian masyarakat juga menjadi lebih baik.