SERAYUNEWS- Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Sebagai bukti pungutan pajak tersebut, PKP harus menerbitkan Faktur Pajak. Ketentuan mengenai Faktur Pajak tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-03/PJ/2022) yang terakhir diubah dengan PER-11/PJ/2022.
Salah satu aspek penting dalam faktur adalah kode transaksi, yang berfungsi mengidentifikasi jenis penyerahan barang atau jasa.
Mulai 1 Januari 2025, seluruh pembuatan faktur pajak wajib dilakukan melalui sistem Coretax, yang membawa perubahan signifikan, termasuk pada penggunaan kode transaksi.
Melansir artikel di laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), berikut kami sajikan ulasan selengkapnya mengenai Kode Faktur Pajak Coretax: Jenis, Aturan, dan Contoh Penerapan:
Kode transaksi tercantum pada kolom khusus di Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP). Format NSFP terdiri atas 16 digit, dengan rincian:
⦁ 2 digit pertama: kode transaksi.
⦁ 1 digit berikutnya: kode status faktur (normal atau pengganti).
⦁ 13 digit terakhir: nomor seri faktur yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dengan format tersebut, setiap faktur memiliki identitas unik yang memudahkan pengawasan perpajakan.
Mengacu pada Lampiran PER-03/PJ/2022, kode transaksi terbagi menjadi beberapa jenis dengan fungsi berbeda. Berikut daftar lengkapnya:
⦁ 01 – Penyerahan BKP/JKP dengan PPN/PPnBM dipungut oleh PKP penjual.
⦁ 02 – Penyerahan kepada pemungut PPN bendahara pemerintah.
⦁ 03 – Penyerahan kepada pemungut PPN lainnya (ditunjuk berdasarkan PMK).
⦁ 04 – Penyerahan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menggunakan nilai lain.
⦁ 05 – Penyerahan BKP/JKP dengan PPN yang dipungut besaran tertentu.
⦁ 06 – Penyerahan lain, termasuk transaksi kepada turis asing (VAT Refund).
⦁ 07 – Penyerahan dengan fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.
⦁ 08 – Penyerahan dengan fasilitas bebas PPN/PPnBM.
⦁ 09 – Penyerahan aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan.
Dengan hadirnya Coretax, terdapat tambahan kode baru, yaitu:
⦁ 10 – Penyerahan lainnya.
Penggunaan kode transaksi harus mengikuti prioritas yang ditetapkan DJP. Urutannya sebagai berikut:
⦁ Kode 07/08 – Fasilitas tidak dipungut, ditanggung pemerintah, atau dibebaskan.
⦁ Kode 02/03 – Penyerahan kepada pemungut PPN.
⦁ Kode 06 – Penyerahan khusus, misalnya VAT Refund.
⦁ Kode 04/05/09 – Penyerahan dengan DPP nilai lain, besaran tertentu, atau aktiva.
⦁ Kode 01 – Penyerahan umum oleh PKP penjual.
Apabila satu transaksi memenuhi lebih dari satu kategori, maka digunakan kode dengan prioritas tertinggi.
Implementasi Coretax membawa perubahan mendasar, termasuk aturan baru yang tertuang dalam PMK 131 Tahun 2024. Perubahan ini memengaruhi cara menentukan kode transaksi, khususnya pada tarif PPN 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
1. BKP/JKP selain barang mewah: menggunakan kode 04 karena penghitungan PPN didasarkan pada DPP nilai lain (11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian).
2. BKP/JKP mewah: menggunakan kode 01 dengan DPP harga jual atau nilai impor.
3. Pengecualian: penyerahan lokal BKP/JKP mewah kepada konsumen akhir pada periode 1–31 Januari 2025 tetap menggunakan kode 04, karena penghitungan PPN-nya memakai DPP nilai lain.
1. Penyerahan Barang Mewah
PT A menjual mobil 1.500 cc seharga Rp300 juta (belum PPN) kepada PT B pada 2 Januari 2025. Karena termasuk BKP mewah, PT A wajib membuat faktur dengan kode 01.
2. Penyerahan Barang Biasa
PT C menjual komputer Rp15 juta kepada PT D pada 3 Januari 2025. Barang tersebut tidak tergolong mewah, sehingga menggunakan DPP nilai lain. Faktur dibuat dengan kode 04.
3. Penyerahan ke Kawasan Berikat
PT E menjual tepung Rp24 juta ke PT F di Kawasan Berikat pada 12 Januari 2025. Karena transaksi mendapat fasilitas tidak dipungut PPN, meski DPP nilai lain berlaku, faktur harus menggunakan kode 07.
4. Penyerahan ke Instansi Pemerintah
PT G menjual 10 unit komputer Rp12 juta/unit kepada Pemprov Jawa Barat pada 10 Februari 2025. Karena pembeli adalah bendahara pemerintah, faktur menggunakan kode 02, meskipun barang bukan BKP mewah.
Bagi PKP, pemahaman mengenai kode transaksi sangat krusial. Kesalahan penentuan kode dapat berdampak pada administrasi pajak, bahkan berpotensi menimbulkan sanksi.
Sementara itu, bagi pembeli atau lawan transaksi, kode transaksi memastikan bahwa faktur yang diterima sah dan sesuai ketentuan.
Dengan adanya sistem Coretax, DJP menekankan transparansi, konsistensi, dan kepastian hukum dalam administrasi perpajakan.
Oleh karena itu, PKP wajib memperbarui pemahaman dan sistem internal agar sesuai dengan regulasi terbaru.