Purwokerto, serayunews.com
Ketua Komunitas Relawan ODGJ Banyumas, Sapto Adi Wibowo menceritakan, awal mula terbentuknya komunitas tersebut dari dua orang. Kemudian dua orang termasuk ia, kerap memposting atau membagikan berita orang hilang hingga akhirnya bertemu dengan keluarganya.
“Dari situ kami berniat mempertemukan orang yang hilang di jalanan seperti ODGJ dengan keluarganya, hingga kemudian bertambah tiga orang. Dan di tahun 2020, kami berfikir asik dan menantang juga kegiatan seperti ini, bisa sampai menemukan orang jauh dengan keluarganya hanya dengan media sosial,” kata pria yang akrab disapa Saprol ini, Kamis (23/6/2022).
Pada 2020 akhir, terbentuklah komunitas ODGJ Banyumas. Saprol yang memprakarsai terbentuknya komunitas tersebut, diangkat sebagai ketua hingga mulai mengembangkan keanggotaan serta mencari informasi berbagai ODGJ terutama yang berada di Kabupaten Banyumas.
“Tahun 2021 kita berakta notaris untuk dilegalkan. Alhamdulillah dengan niat panggilan hati beriring waktu kita merawat ODGJ, anggapannya mereka itu menjijikan dan bau. Dengan panggilan hati, kita semua berani membersihkan, kemudian membawanya ke rumah sakit,” ujarnya.
Hingga saat ini, anggota komunitas ODGJ Banyumas melebihi 50 orang. Tetapi karena keterbatasan waktu dan tenaga, tidak semuanya bisa turun ke lapangan. Namun, karena kepedulian, mereka turut andil dari mulai iuran merawat hingga untuk kebutuhan operasional ODGJ.
“Kalau operasional, kami memang tidak menerima dari mana-mana, kami iuran sendiri dari anggota. Memang tidak cukup, tapi Alhamdullilah pasti ada saja, entah dari mana,” katanya.
Saprol menjelaskan, memang dari dulu pihaknya selalu berupaya melakukan kegiatan tersebut secara mandiri. Bukan tidak mau menerima bantuan dari luar, karena memang kebutuhan yang ada saat ini bukan dana.
“Kalau memang mau bantu komunitas, ya bisa pakaian, peralatan dan lainnya. Karena memang kita butuh pakaian untuk mereka (ODGJ, red) gunakan. Bekas tidak apa, asal layak pakai,” ujarnya.
Bendahara Komunitas ODGJ Banyumas, Emilia Prabasari mengaku, merasa puas ketika bisa mempertemukan ODGJ dengan keluarganya. Hal tersebutlah yang membuatnya bergabung dengan komunitas tersebut.
“Saya di rumah jarang menyapu, ini suruh mbersihin mereka, motongin rambut dan sebagainya. Awalnya memang merasa gimana gitu, tetapi lama-lama kok kaya terbiasa dan sampai saya menangis jika ada ODGJ yang sampai dipasung dan diterlantarkan oleh keluarganya,” katanya.
Emil memang tidak memiliki pengalaman seputar ODGJ. Tapi karena memang dasar kemanusiaan serta kepedulian yang tinggi, ia berusaha mengabdikan hidup untuk berbagi sesama termasuk ODGJ.
“Mereka juga manusia yang sebenarnya butuh kasih sayang. Padahal kalau mereka kami ajak ngobrol juga nyambung, bahkan pinter-pinter, karena memang banyak yang lulusan sarjana, juara sains bahkan ada,” ujarnya.
Sedangkan menurut Seksi Perlengkapan ODGJ Banyumas, Teguh Purwoko mengaku, merasa terpanggil untuk merawat ODGJ, bahkan sampai rela kena pukul ketika hendak membawanya.
“Sering kalau mereka memukul saya. Bahkan di dalam mobil juga pernah, itu memang tenaganya kuat sekali. Tetapi ya sudah kita niatnya membantu, karena memang mereka itu sebenarnya mengamuk karena takut saja. Kalau ngobrol biasa itu nyambung dan mereka itu bisa sembuh,” katanya.(san)