SERAYUNEWS– Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus melakukan penyelidikan kasus dugaan kartel suku bunga pinjaman online (pinjol). Jumlah pihak yang mereka mintai keterangan cukup banyak, baik terlapor, saksi, maupun regulator. Akibatnya proses penyelidikan akan membutuhkan waktu lebih panjang.
Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean dalam keterangannya menyebutkan, KPPU masih terus melaksanakan penyelidikan atas dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dugaan kasus pelanggaran tersebut, menyangkut layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Dia menjelaskan, sejak penyelidikan mereka lakukan mulai tanggal 25 Oktober 2023, hingga saat ini Satuan Tugas Penyelidikan telah mengirimkan permintaan data dan dokumen secara tertulis. Permintaan itu mereka kirimkan ke seluruh perusahaan peer to peer (P2P) lending yang telah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
KPPU juga telah mendapatkan respon dari sebanyak 48 P2P. Selain itu, KPPU juga telah meminta keterangan terhadap Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), empat pemberi pinjaman (lender), dan 17 penyelenggara P2P. Berbagai informasi tersebut masih mereka kumpulkan dan diolah oleh Investigator.
“KPPU meminta semua pihak terkait kooperatif, sehingga tidak diperlukan bantuan penyidik dan atau penyerahan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan atas ketidakkoperatifan tersebut,” tulis keterangannya di website, Rabu (27/12/2023).
Penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan Investigator KPPU dalam rangka pengumpulan paling sedikit dua alat bukti yang sah. Jangka waktu penyelidikan berlaku selama 60 hari dan dapat mereka perpanjang. Masing-masing 30 hari, sesuai kebutuhan Satuan Tugas Penyelidikan dalam rangka mendapatkan alat bukti yang cukup.
“Dalam penyelidikan kasus dugaan kartel suku bunga pinjaman online (pinjol) ini, jumlah pihak yang akan dimintakan keterangan cukup banyak, baik terlapor, saksi, maupun regulator. Akibatnya, proses penyelidikan dapat membutuhkan waktu yang lebih panjang,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan jumlah terlapor. Bergantung pada alat bukti terkait perilaku perusahaan P2P yang diduga melakukan kesepakatan menetapkan tarif suku bunga yang mendekati tarif suku bunga maksimal.
“KPPU perlu membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga yang sama tersebut, merupakan hasil kesepakatan diantara para penyelenggara,” jelasnya.
Untuk proses penyelidikan tentunya akan lebih cepat, apabila semua pihak kooperatif memenuhi panggilan dan menyerahkan surat dan atau dokumen yang mereka minta.
Karena itu, KPPU meminta semua pihak yang belum memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan, maupun belum menyampaikan surat/dokumen yang diminta selama proses penyelidikan, agar menunjukkan sikap kooperatif.
Dia berharap, KPPU tidak perlu meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pihak yang tidak kooperatif, atau menyerahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. Hal itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 1999.