Hati siapa yang tidak sumedhot (broken) mendengar kabar wafatnya Mas Didi Kempot. Dengan lutut gemetar dan mata mbrambangi saya menonton breaking news Kompas TV yang full meliput prosesi pemakaman mas Didi.
Namun, saat jenazah mas Didi masih dalam perjalanan menuju Ngawi, hati tambah sedih melihat beberapa perilaku netizen yang tidak jelas identitasnya menyebarkan kabar salah tentang almarhum.
Mulai foto hoax, berdebat soal nama, broadcast di wag jangan mengucapkan inalilahi, bahkan sampai ucapan ucapan yang saya tak tega menuliskannya. Kok bisa ya jempolnya berbuat seperti di masa Indonesia sedang berduka.
Barangkali saking sedihnya dengan berita salah yang berseliweran, sahabat mas Didi, Kang Blontang Poer dari Solo sampai memajang foto almarhum yang telah dikafani di laman Facebooknya.
Mas Blontang juga memasang foto mas Didi bersama Gus Karim, pengasuh pondok pesantren di Laweyan Solo yang juga guru ngaji Presiden Jokowi.
Mas Didi itu islami. Bukan karena mas Didi juga pernah menyanyikan puluhan lagu bernuansa Islami (diantaranya Ojo Munafik, Imc Record Java 2014). Juga tidak pula dengan gamis atau peci putih, tapi dari perilakunya sehari-hari.
Dalam hadits nabi dinyatakan, khoirunnas anfauhum linnas. Sebaik baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Dan itulah mas Didi, migunani tumpraping liyan.
23 hari sebelum wafat, mas Didi menggalang dana amal bersama Kompas TV. Total yang disalurkan ke puluhan ribu masyarakat terdampak Corona mencapai 7, 6 Milyar . Dengan suara terisak, pimred Kompas TV Rosiana Silalahi bercerita bahwa mas Didi tak mau menerima satu sen pun uang donasi.
Awal Januari lalu di Klaten, mas Didi bertemu dengan Arda. Seorang bocah difabel anak penjual pulsa HP yang suaranya cemengkling. Sebagai maestro music puluhan tahun, dalam sekali dengar mas Didi langsung tahu Arda berbakat.
Maka Arda lalu dilatihnya. Dibuatkan lagu. Bahkan dibuatkan video klip dan masuk dapur rekaman. Inilah amal jariyah mas Didi yang pahalanya tidak putus hingga yaumul qiyamah nanti.
Kang Blontang semalam bercerita, mas Didi tak pernah kaku soal honor. Bahkan mas Didi pernah jauh jauh terbang ke Kalimantan karena ada seorang penggemarnya yang punya nadzar nanggap Didi Kempot sebagai tasyakuran. Walaupun secara keuntungan ekonomi, mas Didi justru nombok. “Yang beliau fikirkan hanyalah crew dan teman-teman pemusiknya terurus dengan baik”
Seminggu sebelum wafat, Mas Didi mencipta lagu Bersama Melawan Corona. Lagu itu dibuat mak bedunduk dan mak petungul karena memang Lord Didi mencipta lagu secepat membuat indomi. Rupanya itulah sumbangsih terakhir mas Didi untuk Indonesia.
Mas Didi wafat di bulan mulia Ramadan. Almarhum KH Maemon Zubair pernah ngendiko, Allah menciptakan ilmu dan segala apa di dunia ini di hari Selasa. Mbah Maemon dan mas Didi sama sama wafat di hari Selasa.
Kini tiap kita mendengar lirik Banyu Langit, telesono atine wong sing kasmaran, basahilah hati orang yang mencinta, kita teringat cinta mas Didi untuk sesama.
Menangislah sobat ambyar, tapi jangan lama-lama. Ingat pesan mas Didi, opo wae sing dadi masalahmu kuwat ora kuat kowe kudu kuat.Tapi misale kowe uwis ora kuwat tenan, yo kudu kuwat. Apapun masalahmu kamu harus kuat, tapi misalnya kamu benar-benar sudah tidak kuat lagi, ya, kamu tetap harus kuat.
_Ridlwan Habib, sobat ambyar_