SERAYUNEWS – Siapa sangka, di balik secangkir latte hangat dengan gambar hati atau daun di permukaannya, tersembunyi kisah panjang tentang inovasi, estetika, dan budaya kopi dunia. Latte art bukan sekadar hiasan, latte art adalah simbol cinta, keahlian, dan kepekaan barista terhadap rasa dan rupa. Untuk mengetahui sejarahnya, simak artikel ini!
Awal Mula Latte Art
Latte art berakar dari budaya minum kopi yang kuat di Italia. Teknik ini mulai berkembang pada akhir 1980-an, beriringan dengan semakin populernya espresso dan minuman berbasis susu, terutama cappuccino dan latte. Namun, tonggak penting dalam sejarah latte art datang dari seberang Atlantik, tepatnya di Seattle, Amerika Serikat.
David Schomer, seorang barista sekaligus pemilik Espresso Vivace, dikenal sebagai pelopor dalam penyempurnaan teknik latte art. Ia bereksperimen dengan mikrofoam busa susu halus dan mengilap yang menjadi kunci utama dalam pembuatan latte art. Pada 1989, Schomer berhasil menciptakan pola pertama dalam latte, dan sejak itu, seni ini berkembang pesat.
Teknik dan Filosofi Latte Art
Latte art bukan sekadar menggambar di atas kopi, latte art adalah kombinasi sempurna antara teknik menyeduh espresso, mengukus susu, dan mengendalikan gerakan tangan. Dua teknik utama yang digunakan adalah free pour (menuang langsung) dan etching (menggambar dengan alat seperti stik).
Free pour memungkinkan terciptanya pola klasik seperti rosetta, tulip, dan heart. Sementara etching menawarkan ruang lebih luas untuk kreativitas, termasuk membuat karakter kartun, wajah manusia, bahkan tulisan.
Di balik seni ini, ada filosofi yang dipegang banyak barista yaitu kesempurnaan dalam rasa harus sejalan dengan keindahan tampilan. Sebuah latte art yang baik menunjukkan bahwa barista memperhatikan setiap detail, dari rasa hingga presentasi.
Lahirnya Kompetisi, Komunitas, dan Inovasi
Seiring waktu, latte art menjelma menjadi ajang unjuk kebolehan. Kompetisi seperti World Latte Art Championship mulai digelar sejak awal 2000-an, menghadirkan para seniman kopi dari berbagai negara. Indonesia pun tak ketinggalan, dengan barista-barista lokal yang menorehkan prestasi di panggung dunia.
Komunitas barista terus mendorong batasan kreativitas. Beberapa tahun terakhir, muncul tren 3D latte art, di mana busa susu dibentuk menyerupai hewan lucu atau karakter imajinatif yang “mengambang” di atas kopi. Bahkan, teknologi cetak menggunakan tinta makanan kini mampu mencetak foto wajah pelanggan di atas latte mereka.
Latte art telah melampaui perannya sebagai hiasan semata. Ia adalah cerminan dari dedikasi, kreativitas, dan penghormatan terhadap budaya kopi. Dari kedai kecil di sudut kota hingga panggung internasional, latte art terus berkembang, memberi warna baru dalam pengalaman menyeruput kopi.
Jadi, lain kali Anda menerima secangkir latte dengan gambar hati di atasnya, ingatlah jika itu bukan sekadar busa. Itu adalah seni. Sebuah salam hangat dari sang barista, dalam bentuk yang paling indah.