SERAYUNEWS – Pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) 2025 oleh pemerintah menuai banyak kontroversi dan gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi menetapkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dalam sidang paripurna yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Kamis, 20 Maret 2025.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dengan didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, dan Saan Mustopa.
Namun, alih-alih mendapat dukungan, pengesahan ini justru memicu gelombang demonstrasi di berbagai daerah.
Selain aksi unjuk rasa di lapangan, penolakan terhadap RUU TNI juga menggema di media sosial, terutama di Instagram.
Pasalnya, kini muncul story “Add Yours” yang viral bertajuk “Tolak Revisi RUU TNI”.
Salah satu bentuk protes online yang menarik perhatian adalah story “Add Yours” di Instagram yang pertama kali dibuat oleh pengguna dengan akun @fatih_wibisana.
Template story ini kemudian dipakai oleh ratusan ribu pengguna lain, termasuk penulis Gina S. Noer.
Sehingga, semakin luas gelombang protes ini. Bahkan, hingga artikel ini ditulis, story tersebut sudah digunakan lebih dari 300 ribu kali
Adapun berikut adalah link story “Add Yours” yang ramai digunakan:
Banyak pihak menilai bahwa revisi UU TNI 2025 mengandung sejumlah pasal bermasalah yang dapat memperluas peran militer dalam kehidupan sipil dan politik.
Salah satu perubahan yang dianggap paling kontroversial adalah penambahan jumlah jabatan sipil yang dapat diisi oleh TNI aktif.
Sebelumnya, aturan hanya mengizinkan TNI aktif untuk menempati 10 posisi di lembaga pemerintahan.
Namun, dalam revisinya, jumlah tersebut meningkat menjadi 14 kementerian/lembaga.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa revisi ini dapat menghidupkan kembali dwifungsi militer, seperti yang pernah diterapkan pada masa Orde Baru.
Walau begitu, pemerintah mengungkap bahwa anggota TNI yang hendak mengisi lembaga sipil luar empat belas kementerian atau lembaga itu, tetap harus mundur atau pensiun terlebih dahulu.
Protes terhadap RUU TNI 2025 tidak hanya berlangsung di dunia maya, tetapi juga di jalanan.
Di hari yang sama saat disahkan, ribuan massa aksi turun ke jalan dan menggelar demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPR RI.
Para demonstran menyatakan bahwa pengesahan undang-undang ini mengabaikan suara rakyat serta berpotensi mengancam demokrasi di Indonesia.
Kemudian, beberapa tuntutan yang dilayangkan yakni menolak revisi UU TNI, menolak dwifungsi militer, menarik militer dari jabatan sipil dan mengembalikan TNI ke barak.
Selain itu juga menuntut reformasi institusi TNI, membubarkan komando teritorial, dan mengusut tuntas korupsi dan bisnis militer.
Sementara itu, mereka yang menolak kebijakan ini terus menyuarakan aspirasinya melalui berbagai kanal, termasuk menggunakan story Instagram “Add Yours” yang telah viral.
Kini, perhatian publik tertuju pada langkah yang akan diambil pemerintah.
Apakah ada perubahan lagi? Atau justru revisi ini akan tetap berjalan? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.***