SERAYUNEWS – Sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan lahan oleh BUMD PT Cilacap Segara Artha (CSA) terus menyita perhatian publik.
Setelah jaksa mengungkap adanya pembagian fee senilai Rp11,5 miliar kepada sejumlah pejabat daerah, kini giliran masyarakat sipil yang bersuara lantang menyoroti kejanggalan dalam perkara tersebut.
Koordinator LSM Seroja, Ekanto Wahyuning Santoso, menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan transparan dan menyeluruh tanpa pandang bulu.
Ia menilai masih banyak fakta yang belum terungkap, terutama soal sisa dana fee pejabat bernilai miliaran rupiah yang belum dijelaskan secara gamblang oleh penegak hukum.
Menurut Ekanto, sejak awal pembentukan PT CSA sudah menunjukkan indikasi penyalahgunaan wewenang. Ia menilai proses pengesahan Raperda menjadi Perda pendirian BUMD dilakukan terlalu terburu-buru dan sarat kepentingan.
“Kasus ini memperlihatkan bahwa sejak awal sudah ada skenario untuk memanfaatkan regulasi demi kepentingan transaksi tertentu,” ungkapnya, Senin (6/10/2025).
Ekanto menyebut, motif pendirian PT CSA bukan murni untuk pembangunan ekonomi daerah, melainkan demi memuluskan jual beli lahan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA).
Lahan tersebut belakangan diketahui bermasalah karena berada di bawah penguasaan Kodam IV/Diponegoro, bukan milik sah pihak penjual.
Ia menilai hal ini menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan pemerintah daerah terhadap pembentukan dan operasional BUMD.
Dalam dakwaan Jaksa di Pengadilan Tipikor Semarang, dua pejabat Cilacap disebut menerima aliran dana korupsi masing-masing IZ Rp4,3 miliar dan AM Rp1,8 miliar.
Namun, masih ada Rp5,4 miliar dari total fee pejabat Rp11,5 miliar yang belum diketahui ke mana mengalirnya.
Meski demikian, jaksa tidak merinci penerima lain di luar dua terdakwa tersebut. Sementara itu, sisa dana Rp230 miliar disebut digunakan untuk kepentingan pribadi oleh mantan Direktur PT RSA, terdakwa ANH.
Ekanto menilai fakta tersebut janggal. Ia mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng) untuk menelusuri aliran dana yang belum terungkap.
Menurutnya, jika benar dana itu dialokasikan untuk “pejabat”, bukan tidak mungkin ada oknum lain yang ikut menikmati hasil korupsi, termasuk pihak yang terlibat dalam pembahasan perda pendirian BUMD.
Ekanto juga mengapresiasi sikap dua terdakwa utama, IZ (mantan Kabag Perekonomian/Plt Direktur CSA) dan AM (mantan Sekda sekaligus mantan Pj Bupati Cilacap), yang dinilai kooperatif selama persidangan.
Ia berharap keduanya berani mengungkap siapa saja pihak lain yang turut menerima aliran dana korupsi tersebut.
“Publik berhak tahu siapa saja yang ikut terlibat. Jangan sampai ada pihak yang dijadikan tumbal,” tegasnya.
Kasus pengadaan lahan PT CSA senilai Rp237 miliar ini menjadi cermin lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan BUMD di daerah.
Transaksi ratusan miliar dilakukan tanpa verifikasi memadai hingga menimbulkan kerugian negara dan hilangnya aset strategis.
LSM Seroja mendesak pemerintah daerah untuk menjadikan kasus ini sebagai momentum pembenahan tata kelola BUMD.
“Ini momentum untuk membenahi sistem. Jangan sampai BUMD dijadikan alat kepentingan politik atau bisnis segelintir orang,” tutup Ekanto.