SERAYUNEWS – Reshuffle kabinet kembali dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada Rabu, 17 September 2025. Lantas, M Qodari menggantikan siapa?
Pasalnya, salah satu nama yang cukup mencuri perhatian publik adalah Muhammad Qodari atau akrab disapa M. Qodari.
Ia resmi dilantik sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Dalam prosesi pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Qodari tampak mengenakan jas hitam saat mengucapkan sumpah jabatan.
Presiden Prabowo memimpin langsung pembacaan sumpah yang diikuti para pejabat baru.
Keputusan pengangkatan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 96/P dan 97/P Tahun 2025.
Pelantikan ini menjadi bagian dari reshuffle jilid ketiga Kabinet Merah Putih periode 2024–2029.
Selain Qodari, ada sejumlah menteri dan kepala badan lain yang turut dilantik.
Bagi sebagian masyarakat, nama Qodari tentu bukan hal yang asing.
Ia dikenal sebagai seorang pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Indo Barometer.
Pria kelahiran Palembang, 15 Oktober 1973, ini kerap muncul di layar televisi sebagai analis politik yang kritis dan lugas.
Qodari menempuh pendidikan sarjana Psikologi Sosial di Universitas Indonesia (UI).
Perjalanannya berlanjut ke Inggris dengan melanjutkan studi pascasarjana (S2) di University of Essex pada bidang perilaku politik.
Tak berhenti di situ, pada tahun 2016 ia berhasil menyelesaikan program doktor Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM).
Rekam jejak akademik ini memperkuat kapasitasnya sebagai seorang analis sekaligus praktisi politik yang paham dinamika demokrasi di Indonesia.
Selain sebagai peneliti, Qodari sempat menempati posisi penting dalam wacana politik nasional.
Ia dikenal membawa gagasan kontroversial, yakni “Jokowi tiga periode” dan pasangan Jokowi–Prabowo 2024 (Jokpro2024).
Usulan itu menuai banyak kritik dari publik karena dianggap tidak sesuai dengan semangat demokrasi.
Meski begitu, gagasan tersebut menunjukkan keberaniannya dalam menyuarakan ide-ide politik yang berani keluar dari arus utama.
Namun, demi menjaga independensi, Qodari sempat menonaktifkan dirinya dari Indo Barometer.
Pelantikan Qodari sebagai KSP menunjukkan bagaimana jalur seorang akademisi dan pengamat politik bisa berujung pada jabatan strategis di pemerintahan.
Jabatan Kepala Staf Kepresidenan sendiri memiliki peran penting, yaitu mendukung Presiden dalam merumuskan kebijakan strategis, mengoordinasikan komunikasi politik, hingga memastikan program prioritas berjalan sesuai rencana.
Dalam posisinya, Qodari diharapkan dapat membawa perspektif baru.
Latar belakangnya sebagai peneliti politik dipandang mampu memperkaya dinamika pengambilan keputusan di lingkaran istana.
Qodari menggantikan Letjen TNI (Purn) Anto Mukti Putranto yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
Pergantian ini menandai perubahan arah kepemimpinan KSP yang kini dipimpin seorang sipil dengan latar belakang akademisi, setelah sebelumnya diisi oleh figur militer.
Jika di bawah Anto Mukti Putranto KSP banyak bersentuhan dengan perspektif ketahanan dan keamanan, kini Qodari membawa pendekatan berbasis analisis politik dan kebijakan publik.
Publik kini menanti bagaimana kiprah Qodari di istana, apakah ia mampu menjalankan amanah baru ini dengan baik, atau justru kembali memunculkan kontroversi.***