Purbalingga, serayunews.com
Daging mayat yang Sumanto masak, dia juga suguhkan kepada orangtuanya. Tentu tanpa sepengetahuan orangtuanya itu. Sisanya, ada yang dia simpan di dalam tanah, sedangkan bagian alat vital dia pakai sebagai jimat.
Singkat cerita, peristiwa itu masuk ke kepolisian. Dua hari berselang, anggota Polres Purbalingga mengamankan Sumanto. Sosok manusia kanibal itu, kena Pasal 363 KUHP terkait pencurian dengan pemberatan.
Jaksa menuntut Sumanto, dengan hukuman enam tahun penjara. Namun putusan hakim, lebih ringan satu tahun. Sumanto bebas dari penjara lebih cepat, karena mendapat keringanan hukuman dua tahun.
Setelah keluar penjara, Sumanto tidak kembali ke tempat tinggalnya. Sebab, warga setempat menolak keberadaanya. Kemudian, dia diasuh oleh Alm KH Supono Mustajab, di Pondok Pesantren An-Nur Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar.
Di tempat alm Supono, juga terdapat rehabilitasi pecandu narkoba dan juga gangguan jiwa. Sampai saat ini, dia masih tinggal di tempat itu.
Belasan tahun Sumanto tinggal di Yayasan An-Nur Haji Supono. Dia menjalani hari-hari sama seperti pasien lain di sana. Makan, minum, olahraga, ibadah, dan mengikuti terapi, menjadi aktivitas kesehariannya.
Saat Haji Supono masih hidup, Sumanto pun sering diajak keliling Nusantara untuk menghadiri beragam acara. Gangguan jiwanya, memang tidak sembuh betul. Namun untuk komunikasi, sesekali dia masih bisa nyambung.
Persoalan mati, tak seorang pun yang mengetahui, seperti halnya Haji Supono yang sudah mendahului Sumanto. Dia meninggal pada Maret 2020, karena kecelakaan. Sosok yang paling lekat dengan Sumanto berpulang lebih dulu. Namun, Sumanto sampai saat ini masih tinggal di yayasan milik almarhum.
Belasan tahun hidup bersama orang yang tulus mau menerimanya, tentu menjadikan hubungan Sumanto dengan almarhum sangat lekat. Meskipun belum sembuh total, namun Sumanto merasa kehilangan sosok yang biasa mendampinginya.
Salah satu pengasuh Sumanto di Yayasan An-Nur, Singgih Prakasa menceritakan, bahwa Sumanto kerap menanyakan keberadaan Haji Supono. Dia merasakan kehilangan orang yang biasa bersamanya. Beberapa kali dijelaskan kalau Haji Supono sudah meninggal, namun Sumanto tidak percaya dan masih menganggapnya hidup.
“Ya sering menanyakan, trus kita jelaskan, tapi tetap saya tidak percaya. Tapi gesturnya menunjukkan dia (Sumanto, red) kehilangan,” kata Singgih, Jumat (20/10/2022).
Jika dibandingkan dulu, kondisi Sumanto saat ini jauh lebih baik. Dia mengikuti aktivitas seperti biasanya dan berbaur dengan pasien lain. Dengan para pengasuh juga komunikasi, meski sering juga obrolannya ngelantur.
“Senam pagi, bersih diri, makan bareng, ada aktivitas fisik, game atau penyuluhan, dsb, makan siang istirahat. Salat juga ikut,” ujarnya.
Beberapa bulan ini di Yayasan An-Nur ada fasilitas olahraga berupa meja pingpong. Para pasien rutin diajak olahraga dan ternyata Sumanto juga bisa. Bahkan, dia sangat gemar main pingpong.
“Dia bisa dan lagi seneng banget sama pingpong. Agustus kemarin ada lomba-lonba gitu, dia juara loh,” kata Singgih.
Dia mengatakan, sepengetahuan para pengasuh, kebiasaan lama Sumanto sudah tidak ada lagi. Seperti makan cicak, kecoa, sudah sejak lama Sumanto tidak melakukan hal itu.
“Tidak, sudah tidak lagi seperti itu, makannya normal,” ujarnya.
Kebiasaan Haji Supono saat masih hidup, dia kerap membelikan Sumanto masakan daging seperti sate, gule, bahkan kepala kambing. Kebiasaan itu, dikangeni sama Sumanto. Akhir-akhir ini dia beberapa kali meminta gulai kepala kambing, kepada pengasuh.
“Yang dia lagi kepengin itu kepala kambing. Mungkin dia kangen yah, karena dulu selagi almarhum pak Pono masih hidup, sering membelikan Sumanto itu (gule kepala kambing,red),” kata dia.