SERAYUNEWS– Keputusan Pemerintah Pusat melarang media sosial (medsos) merangkap sebagai e-commerce, mendapat sorotan dari Komisi VI DPR RI. Menurut Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag), harus menciptakan regulasi yang adil bagi pelaku usaha konvensional dan digital.
Peraturan yang direvisi yakni Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Dalam peraturan yang baru, platform media sosial seperti TikTok, Facebook, Instagram, dan Twitter akan dilarang berjualan secara langsung.
Revisi Permendag bakal dikeluarkan menyusul adanya keluhan dari para pedagang konvensional yang merasa dirugikan dengan kehadiran social commerce seperti TikTok Shop. Karenanya, pemerintah menggelar rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, guna mengatur social commerce hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa.
Andre Rosiade mengingatkan, di era teknologi informasi dan komunikasi yang semakin meresap ke dalam kehidupan sehari-hari, media sosial bukan hanya menjadi platform bagi masyaarakat untuk berinteraksi. Andre Rosiade menyoroti bagaimana media sosial juga dapat menjadi sarana atau platform bisnis yang vital.
“Banyak pelaku UMKM mengandalkan platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lainnya untuk mempromosikan produk dan layanan mereka, serta menjalankan transaksi secara online. Ini juga harus dipikirkan seperti apa teknis terbaik dalam proses kelanjutan transaksi jual belinya antara pembeli dan penjual jika hanya promosi saja yang diperbolehkan,” ujarnya.
Menurut Andre Rosiade, dengan adanya revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, pemerintah harusnya menciptakan regulasi yang adil bagi pelaku usaha konvensional dan digital. Hal ini mengingat, ada sekitar 6-7 juta pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memanfaatkan social commerce sebagai platform penjualan.
“Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam kebijakan larangan bertransaksi di media sosial adalah perlunya keadilan antara pemilik usaha konvensional dan pemilik usaha di ranah digital,” beber Andre Rosiade dalam keterangannya di laman resmi DPR, Rabu (27/9/2023).
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hassan menyebutkan, pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Menurutnya, dalam Permendag yang baru tersebut akan diatur sejumlah ketentuan terkait perniagaan elektronik. Salah satunya, pemerintah hanya memperbolehkan medsos digunakan untuk memfasilitasi promosi bukan untuk transaksi. Usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa.
Mendag membeberkan alasan pemerintah melarang medsos merangkap sebagai e-commerce. Hal ini dilakukan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi masyarakat. “Social media dan ini (social commerce) tidak ada kaitannya. Jadi dia harus dipisah, sehingga algoritmanya tidak semua dikuasai,” tegasnya.