
SERAYUNEWS- Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 menjadi sorotan publik. Nilai rata-rata siswa SMA, SMK, MA, dan Paket C pada tiga mata pelajaran utama Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia tercatat rendah secara nasional.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pun akhirnya buka suara soal penyebab di balik fenomena ini.
Melansir Tiktok Kemendikdasmen, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya mengenai mengapa nilai TKA Bahasa Inggris & Matematika anjlok, Kemendikdasmen buka fakta mengejutkan soal kemampuan siswa:
Berdasarkan rekapitulasi resmi Kemendikdasmen, dari sekitar 3,5 juta siswa peserta TKA 2025, capaian nilai nasional menunjukkan hasil berikut:
– Bahasa Inggris: 24,92
– Matematika: sekitar 36
– Bahasa Indonesia: 55
Angka tersebut memicu pertanyaan publik terkait kualitas pembelajaran dan kesiapan akademik siswa di Indonesia.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Prof. Toni Toharudin, menegaskan bahwa nilai rendah TKA tidak serta-merta menandakan kegagalan siswa.
Menurutnya, TKA 2025 justru memberikan potret objektif kemampuan akademik aktual siswa secara nasional, setelah selama ini sistem evaluasi lebih banyak menekankan nilai administratif dan rapor.
“TKA dirancang untuk mengukur penalaran membaca, pemahaman konsep, dan kemampuan pemecahan masalah, bukan sekadar hafalan,” ujar Prof. Toni.
Prof. Toni menjelaskan bahwa soal TKA menggunakan pendekatan Higher Order Thinking Skills (HOTS), bersifat kontekstual, dan lintas kompetensi.
– Bahasa Indonesia dan Inggris menguji penalaran membaca
– Matematika mengukur pemahaman konsep dan problem solving
Hal ini membuat siswa yang terbiasa mengerjakan soal prosedural mengalami kesulitan saat menghadapi soal berbasis analisis dan interpretasi.
Dalam aspek penilaian, TKA menggunakan Item Response Theory (IRT), bukan sekadar menghitung jumlah jawaban benar.
– Jawaban benar pada soal sulit memiliki bobot lebih tinggi
– Skor mencerminkan tingkat kompetensi siswa, bukan keberuntungan
Dengan sistem ini, Kemendikdasmen menilai hasil TKA cukup adil dan akurat.
Hasil analisis awal BSKAP menemukan sejumlah persoalan mendasar, di antaranya:
– Kesenjangan pembelajaran (learning gap) yang masih besar
– Perbedaan signifikan antarwilayah dan jenis sekolah
– Pengaruh latar belakang sosial ekonomi
– Praktik pembelajaran belum konsisten melatih penalaran kritis
Kondisi ini menunjukkan perlunya intervensi kebijakan yang lebih berbasis data.
Kemendikdasmen menegaskan bahwa kurikulum tidak diubah, namun cara mengajarnya perlu diperbaiki. Pemerintah kini mendorong:
– Pembelajaran mendalam (deep learning)
– Teaching at the Right Level (TaRL)
– Feedback-driven instruction
– Penguatan kompetensi guru berbasis kebutuhan nyata di lapangan
TKA diposisikan sebagai alat diagnosis nasional, bukan alat penghukuman.
Prof. Toni memastikan bahwa nilai TKA tidak menggantikan rapor, namun akan berfungsi sebagai validator dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Tujuannya untuk meningkatkan objektivitas dan keadilan antar sekolah dengan standar penilaian yang berbeda.
Ke depan, hasil TKA akan menjadi fondasi penting dalam:
– Penyusunan kebijakan pendidikan berbasis data
– Intervensi peningkatan kualitas pembelajaran
– Penguatan pelatihan guru
– Evaluasi mutu pendidikan nasional
“TKA mencerminkan kondisi akademik siswa saat ini dan akan digunakan sesuai kebutuhan institusi,” tegas Prof. Toni.
Rendahnya nilai TKA 2025 bukan sekadar alarm, melainkan cermin nyata kondisi pembelajaran nasional. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk melakukan perbaikan sistemik agar kualitas pendidikan Indonesia terus meningkat.