SERAYUNEWS – Kesadaran global akan pentingnya pangan fungsional terus meningkat, memposisikan Indonesia sebagai pemain strategis berkat kekayaan hayati yang melimpah. Fenomena ini menjadi topik utama dalam seminar internasional bertajuk “Unlocking Indonesia’s Tuber Potential” yang baru saja diselenggarakan oleh Universitas Terbuka (UT) Purwokerto dan Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, berkolaborasi dengan Mindanao University Filipina. Inisiatif ini menandai komitmen akademisi dalam mengkaji dan mempromosikan potensi umbi-umbian Indonesia sebagai sumber pangan fungsional unggulan.
Dalam seminar tersebut, Adhi Susilo, S.Pt., M.Biotech., Ph.D., seorang pakar bioteknologi dan pangan fungsional dari UT, menjelaskan bahwa pangan fungsional telah menjadi tren global. Lebih dari sekadar sumber energi atau nutrisi esensial, pangan fungsional didefinisikan sebagai bahan pangan yang memberikan manfaat kesehatan tambahan. Manfaat ini meliputi peningkatan imunitas, perbaikan sistem pencernaan, hingga pencegahan penyakit kronis.
“Konsep ini sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia,” ujar Adhi Susilo. Ia menyoroti tradisi panjang masyarakat Nusantara yang telah mengonsumsi jamu, tempe, tape, dan berbagai olahan herbal sebagai bagian dari upaya menjaga kebugaran secara turun-temurun. Hal ini menunjukkan bahwa kearifan lokal telah lama mengaplikasikan prinsip-prinsip pangan fungsional jauh sebelum istilahnya populer.
Indonesia, dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman berpotensi obat alami, memiliki fondasi kuat untuk pengembangan pangan fungsional. Pola makan tradisional yang kaya rempah-rempah, produk fermentasi, dan pemanfaatan tumbuhan liar adalah bukti nyata bagaimana masyarakat telah lama mengintegrasikan kesehatan ke dalam konsumsi sehari-hari.
Adhi Susilo juga memaparkan beberapa bahan pangan lokal yang memiliki nilai fungsional tinggi dan kontribusi signifikan terhadap kesehatan:
Ragam produk lokal ini mencerminkan betapa melimpahnya kekayaan alam Indonesia yang dapat dioptimalkan untuk mendorong gaya hidup sehat berbasis pangan asli Nusantara.
Manfaat kesehatan dari pangan fungsional lokal Indonesia ini, menurut Adhi, telah mulai dibuktikan melalui berbagai riset yang dilakukan oleh lembaga nasional seperti BRIN dan IPB, serta publikasi internasional. Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah pembuktian klaim tersebut secara ilmiah melalui uji klinis yang kompleks dan membutuhkan biaya tidak sedikit.
Pemerintah, melalui BPOM, telah mengeluarkan regulasi terkait pangan fungsional sejak tahun 2011. Kendati demikian, edukasi kepada masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu ditingkatkan. “Banyak orang belum memahami apa itu pangan fungsional, sehingga belum menjadikannya pilihan utama dalam konsumsi sehari-hari,” kata Adhi.
Melalui seminar ini, UT Purwokerto berharap dapat berkontribusi dalam mempercepat riset, meningkatkan literasi masyarakat, dan mendorong pemanfaatan optimal potensi umbi-umbian serta bahan pangan lokal lainnya demi kesehatan dan kesejahteraan bangsa