SERAYUNEWS – PT Kereta Api Indonesia (KAK) terus berupaya meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut di antaranya secara proaktif menutup sejumlah perlintasan sebidang.
Hal itu, PT KAI laksanakan karena memiliki 4 (empat) dampak kecelakaan yang dapat ditimbulkan di perlintasan sebidang. Terbaru, kasus ibu, 2 anak, dan kakek tertemper kereta api Fajar Utama Solo relasi Pasarsenen-Solo di Subang beberapa waktu lalu.
Jadi, pada tahun 2024 ini, dari periode Januari hingga tanggal 30 September 2024 lalu, KAI telah berhasil menutup 130 perlintasan sebidang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, perlintasan sebidang yang tidak memiliki Nomor JPL, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu yang lebarnya kurang dari 2 m harus ditutup atau dilakukan normalisasi jalur kereta api.
Tercatat, selama periode 2020 sampai dengan September 2024, KAI telah melakukan penutupan perlintasan sebidang liar dan rawan sebanyak 1.298 titik.
Kemudian, VP Public Relations KAI Anne Purba dalam keterangan resmi, Jumat (4/10/2024) mengatakan bahwa setidaknya terdapat 4 dampak kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api.
1. Korban jiwa: Timbulnya korban jiwa meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan dari petugas, penumpang, dan pengguna jalan.
2. Kerusakan sarana kereta api: Kerusakan lokomotif, kereta, dan gerbong.
3. Kerusakan prasarana kereta api: Kerusakan rel, bantalan, jembatan, dan alat persinyalan.
4. Gangguan perjalanan kereta api dan pelayanan: Keterlambatan kereta api, penumpukan penumpang, pengalihan ke moda transportasi lain (overstappen).
Untuk itu, pihaknya terus berupaya menutup perlintasan sebidang yang tidak memenuhi regulasi. Pasalnya, perlintasan sebidang menjadi salah satu titik rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.
”Sebelum pelaksanaan penutupan, tim KAI telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitarnya. Upaya penutupan perlintasan sebidang ilegal ini sejalan dengan aturan pada UU No:23 /2007 tentang Perkeretaapian, UU No: 22 /2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 pasal 5 dan 6,” jelas Anne.
Sementara itu, keberadaan perlintasan sebidang di sebagian daerah, seringkali melewati pemukiman warga dan daerah industri. Oleh karena itu, rawan terjadi kecelakaan temperan.
Sesuai data PT KAI dari Januari hingga Agustus 2024, total ada 535 kejadian temperan di jalur KA dan perlintasan. Pada tahun 2023 telah terjadi 774 kejadian temperan dan 738 kejadian temperan di tahun 2022.
Beberapa upaya lain dari KAI untuk meningkatkan keselamatan perlintasan sebidang sejak 2020 hingga 2024 sudah sering dilakukan.
Upaya tersebut adalah sosialisasi keselamatan dengan melibatkan Dinas Perhubungan, railfans, dan masyarakat; pemasangan 1.553 spanduk peringatan di lokasi rawan, serta penertiban 646 bangunan liar di sekitar jalur KA.
Tak hanya itu, perusahaan BUMN itu juga mengusulkan pembuatan perlintasan tidak sebidang kepada pemerintah.
Misalnya, membangun flyover atau underpass, serta melakukan perawatan dan perbaikan peralatan di perlintasan sebidang.
Adapun saat ini terdapat 3.693 titik perlintasan sebidang, titik perlintasan terjaga sebanyak 1.883 (50,98%) dan titik perlintasan yang tidak terjaga sebanyak 1.810 (49,01%).
“Kami terus menghimbau kepada masyarakat agar selalu meningkat disiplin berlalu lintas terutama ketika berada di perlintasan sebidang. Alat utama keselamatan di perlintasan tersebut adalah rambu – rambu lalu lintas,” ungkapnya.
“Keberadaan palang pintu dan penjaga pintu hanyalah alat bantu keamanan semata. Jadi solusi utama untuk terhindar dari kecelakaan lalulintas di perlintasan adalah disiplin berlalu lintas,” pungkas Anne.
***