SERAYUNEWS – Sekitar pukul 14.00 wib, matahari masih sangat terik. Namun, panasnya seketika hilang ketika mulai menginjakkan kaki di petak kebun sebelah halaman Masjid Baitul Ilmi Al Barokah.
Ratusan warga Karanggude, duduk lesehan berjajar rapi di bawah rindang pepohonan besar kebun itu. Sebagian lainnya, masih berduyun-duyun memenuhi gang berjalan ke arah kebun.
Masing-masing dari mereka sudah membawa bekal nasi, lengkap dengan sayur dan lauknya. Sesampainya di kebun, panitia menerima makanan itu untuk jadi satu dengan bekal seluruh warga.
Pada sisi timur kebun, di sebuah rumah dengan halaman luas sejumlah pria dewasa terlihat sibuk mengolah daging dari tiga ekor kambing yang mereka sembelih. Daging itu yang akan menjadi lauk spesial, saat makan besar bersama sekitar 1.000 warga.
Warga Desa Karanggude, Kecamatan Karanglewas, Banyumas itu sedang melaksanakan tradisi jelang bulan puasa. Tradisi tahunan itu ‘Nyadran Unggah-unggahan’.
“Ini namanya Nyadran Unggah-unggahan, tradisi rutin setiap tahun menjelang puasa,” kata salah satu sesepuh desa setempat, Ahmad Subandi (74), Kamis siang.
Makan bersama itu sebagai wujud syukur, atas nikmat dan berkah kesehatan dan keselamatan selama setahun ini. Selain itu, momen tahunan ini menjadi ajang menjaga silaturahmi antar warga.
“Ajang silaturahmi, karena sehari-hari SIBUK mencari nafkah. Kesempatan ini untuk silaturahmi, memupuk gotong royong,” katanya.
Nyadran di kebun ini, bukan tanpa alasan. Kebetulan kebun ini dekat dengan Masjid dan makam tua.
Masyarakat Desa Karanggude meyakini, makam tersebut tempat bersemayamnya seorang tokoh muslim, Syekh Murokhidin. Tokoh yang akrab dengan panggilan Kabunan ini, merupakan penyebar ajaran Islam saat itu. Dalam perjalanan syiar nya, dia meninggal di desa tersebut.
Konon, makam itu sudah ada sejak ratusan tahun silam. Bahkan, usianya lebih dulu ada dari Kabupaten Banyumas yang saat ini berusia 453 tahun.
“Jika mau kita telisik, Banyumas saja usianya sudah 453 tahun dan ini sebelumnya sudah ada. Usia makam ini mungkin sudah sekitar 700 tahunan,” kata dia.
Pada hari itu, warga telah beraktivitas sejak pagi hari. Mereka berziarah ke makam, membersihkan, menebar bunga, dan memanjatkan doa bersama-sama.
Kepala Desa Karanggude Kulon, Sutarko mengatakan, banyak juga warga luar yang ikut hadir dalam acara ini.
“Ada warga desa lain yang anak keturunan dari Desa Karanggude Kulon, pasti datang,” kata Sutarko.
Pelaksanaan Sadranan ini, juga tidak bisa sembarang hari. Masyarakat telah berhitung untuk hari pelaksanaannya dan Nyadran Unggahan, selalu berlangsung hari Kamis.
“Kalau tidak Kamis Wage, Kamis Manis,” ujarnya.
Di tengah derasnya arus globalisasi, masyarakat Karanggude masih bisa mempertahankan tradisi. Modernisasi kerap membawa perubahan nilai dan budaya tradisional, tapi masyarakatnya tetap bisa menjaga kearifan lokal.