Purwokerto, Serayunews.com- Disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin (5/10) kemarin menuai kontra dihampir semua elemen masyarakat. Mulai dari buruh, pelajar, mahasiswa hingga masyarakat umum. Sebab, RUU tersebut dinilai sangat memberatkan masyarakat.
Pengesahan RUU tersebut juga mendapat sorotan akademisi Purwokerto, Dr Anjar Nugroho. Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) ini mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Undang-undang yang terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal ini disahkan setelah proses pembahasan sebanyak 64 kali rapat selama periode 20 April hingga 3 Oktober 2020.
“Dalam pandangan kami, UU Cipta Kerja sejak awal sudah mengundang diskusi panas, baik dalam obrolan di warung kopi hingga forum-forum kajian ilmiah. Beberapa hal yang kontroversial dari undang-undang yakni istilah Omnibus Law tidak dikenal dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sehingga ini mengundang perdebatan panas diantara para ahli hukum,” katanya.
UU Cipta Kerja sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja. Namun nama RUU ini diplesetkan menjadi sebuah akronim Cilaka. Untuk menghilangkan potensi respon-respon negatif terhadap RUU ini diubah menjadi RUU Cipta Kerja.
“Sejak awal disosialisasikan, materi RUU Cipta Kerja sudah mengundang penolakan keras dari sejumlah elemen masyarakat, terutama sekali dari kalangan buruh. Sejumlah organisasi massa (Ormas) besar yang mewakili umat Islam, perguruan tinggi, dan guru, dan sebagainya turut menolak karena menilai potensi penempatan pendidikan yang cenderung mengabaikan materi pembelajaran akhlak, sikap, dan tindakan seseorang peserta didik,” kata dia.
Dari hal kontroversial tersebut, doktoral bidang hukum ini meminta Presiden membuat Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) agar UU Cipta Kerja dapat memenuhi aspirasi seluruh elemen rakyat.
“Perppu ini juga menjadi penting untuk menciptakan situasi politik, keamanan, dan ketertiban yang kondusif. Situasi yang kondusif justru menjadi modal utama dalam menarik investor dalam maupun luar negeri ke Indonesia,” ujarnya.
Bagi elemen masyarakat yang keberatan atau menolak UU Cipta Karya, kata dia, bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia berharap, aparat keamanan juga bisa bertindak bijaksana dan persuasif kepada elemen masyarakat yang menyuarakannya melalui aksi turun ke jalan atau demonstrasi.
“Diharapkan masyarakat dapat mengendalikan diri dan tidak terpancing isu-isu yang dapat mengarah pada aksi anarkis,” katanya. (alf)