Pelajar dalam Pemilu Serentak 2024
Opini

Pelajar dalam Pemilu Serentak 2024

Bagikan:
Drs Usnanto, Mantan Sekretaris KPU Cilacap. (Dok Pribadi)

Oleh: Drs Usnanto, mantan Sekretaris KPU Cilacap

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memberikan definisi tentang pemilihan umum. Definisi itu muncul di pasal 1 ayat 1. Disebutkan, pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Dari definisi di atas, peran rakyat atau pemilih dalam pemilu sangatlah penting. Pemilih adalah elemen yang akan menentukan siapa yang bakal menjadi presiden, wakil presiden, dan wakil rakyat di semua tingkatan.

Maka, karena pemilih menentukan hasil pemilu, pemilih perlu difasilitasi hak pilihnya. Selain itu, perlu mendapatkan pendidikan tentang pentingnya pemilu. Mendiang Husni Kamil Manik yang juga mantan Ketua KPU RI mengungkapkan pandangannya dalam pengantar buku “Pedoman Pendidikan Pemilih” terbitan KPU tahun 2015. Manik mengatakan fasilitasi pada pemilih adalah dengan memastikan pemilih terdaftar sebagai pemilih dan dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas di bilik suara.

Selain fasilitasi, kata Manik, juga perlunya pendidikan pada pemilih. Pendidikan pemilih adalah bagaimana agar pemilih menggunakan kalkulasi yang rasional dan ilmiah berlandaskan pengetahuan, kesadaran, dan rasa tanggung jawab.

Berkaitan dengan pendidikan pemilih, salah satu kelompok yang perlu mendapatkan pendidikan pemilih adalah para pemilih pemula. Pemilih pemula adalah mereka yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan baru akan menggunakan hak pilihnya untuk kali pertama. Salah satu contoh pemilih pemula adalah mereka yang di pemilu sebelumnya belum berumur 17 tahun dan pemilu 2024 mereka sudah berumur lebih dari 17 tahun.

Kantong paling besar dari pemilih pemula adalah para pelajar SMA/SMK. Dengan begitu, SMA/SMK adalah kantong paling potensial untuk tempat sosialisasi pemilih pemula.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu, bisa memanfaatkan SMA/SMK untuk sosialisasi tentang kepemiluan. Tentunya, sosialisasi bisa dipilah menjadi dua hal. Pertama sosialisasi teknis kepemiluan dan kedua sosialisasi substansi pentingnya pemilu bagi keberlanjutan bangsa dan negara.

Sosialisasi teknis kepemiluan bisa dilakukan KPU bekerja sama dengan SMA/SMK. Misalnya, dalam pemilihan ketua OSIS. KPU bisa mengarahkan atau memberi rambu-rambu ketika ada pemilihan OSIS. Mekanisme pemilihan OSIS bisa disetting mirip dengan pemilu. Misalnya, ada kampanye, masa tenang, dan pemilihan.

Sosialisasi teknis lainnya, KPU bisa bekerja sama dengan guru di SMA/SMK. Caranya, guru memberi tugas pada siswa untuk mengecek daftar pemilih tetap di PPS (Desa/Kelurahan). Pengecekan dilakukan untuk mengetahui apakah siswa tersebut sudah terdaftar dalam DPT dan lokasi TPS tempat memberikan hak pilihnya. Hal itu akan memantik kepedulian siswa pada diri sendiri terkait pemilu. Cara lainnya adalah guru memberi tugas pada siswa untuk mencatat nama calon anggota legislatif di setiap tingkatan dan partai politik pengusungnya.

Selain sosialisasi teknis, juga perlu sosialisasi substansi pemilu bagi pemilih pemula di SMA/SMK. Sosialisasi substansi bisa dilakukan KPU ke SMA/SMK melalui pertemuan tatap muka atau ceramah. Sosialisasi substansi dengan memberikan pemahaman pada siswa SMA/SMK tentang pentingnya pemilu untuk keberlangsungan kepemimpinan nasional.

Sosialisasi substansi juga memberikan pemahaman bahwa pelajar perlu mengetahui rekam jejak calon pemimpin. Sehingga, tidak seperti memilih kucing dalam karung dan tidak menyerahkan masa lima tahun kepemimpinan dan perwakilan pada orang yang salah.

Bahkan, sosialisasi substansi oleh KPU juga bisa menyinggung fenomena kekinian yang lekat dengan anak muda. Misalnya KPU bisa menjelaskan bahayanya informasi hoaks di masa pemilu. Informasi hoaks bisa berpotensi mengacaukan pemilu.

Dari sosialisasi substansi oleh KPU diharapkan pemilih pemula sadar akan pentingnya pemilu. Dari sosialisasi substansi harapannya, pemilih pemula tidak hanya jadi objek sosialisasi, tapi juga bisa jadi subjek sosialisasi. Pemilih pemula dengan kesadarannya bisa merambah dunia maya untuk menyosialisasikan pentingnya pemilu dan pentingnya menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2024.

Referensi:
– UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
– Buku “Pedoman Pendidikan Pemilih” terbitan KPU tahun 2015

Editor: Kholil Rokhman

    Terkini