Entrerpreneur adalah istilah yang biasa kita dengar sehari-hari. Arti dari entrepreneur sendiri adalah seseorang yang memulai bisnis dan bersedia mengambil risiko kehilangan untuk mendapatkan uang. Bob Sadino misalnya, pengusaha nyentrik itu ternyata memulai karier dengan berjualan telur di pemukiman ekspatriat hingga bisnisnya mampu berkembang pesat dan merambah ke sektor jasa dan agribisnis. Di kampus, bisa kita temukan beberapa rekan kita yang berjualan buku atau alat kesehatan. Mereka pun bisa dijadikan sebagai contoh.
Kini muncul pengembangan dari konsep entrepreneurship, yaitu sociopreneurship. Sociopreneurship merupakan akronim dari social entrepreneurship, atau usaha yang dijalankan tidak semata-mata demi keuntungan pribadi saja, tapi juga memikirkan aspek kebermanfaatan untuk masyarakat luas. Menurut Prazkler et al. (2009), sociopreneur adalah ndividu yang mampu membuat perubahan sosial dalam skala makro melalui pelibatan masyarakat akar rumput.
Dalam melakukan usaha berbasis sociopreneurship, niatnya harus benar terlebih dahulu. Niat yang benar berarti kita harus menanggalkan keinginan untuk populer atau mendapatkan keuntungan besar. Kita harus yakini bahwa usaha yang kita lakukan murni untuk kemaslahatan umat. Innamal a’malu bin niyat, segala yang kita niati pastilah sebanding dengan apa yang kita dapatkan. Jadi, tidak usah khawatir.
Kemudian kita harus pula peka mencari tahu potensi dan kebutuhan masyarakat yang ada sekarang ini. Contohnya Gamal Albinsaid, dokter sekaligus seorang sociopreneur yang dikenal dengan asuransi sampahnya, usaha beliau diawali oleh keprihatinan akan masyarakat yang sulit memperoleh akses kesehatan karena kendala biaya. Dalam proses ini, kita harus sering-sering melakukan observasi dan kajian terhadap aspek sosial kemasyarakatan.
Kemudian yang ketiga adalah kita harus menggali ide-ide kreatif dari dalam diri kita sebagai tema dasar sociopreneurship. Proses mencari ide ini gampang-gampang susah. Kuncinya yakni dengan berimajinasi, lalu jangan ragu untuk mengimplementasikan gagasan-gagasan liar kita menjadi sebuah karya yang dapat dinikmati lingkungan sekitar. Bisa juga dengan bergabung di komunitas-komunitas sociopreneur, dengan harapan bisa ikut teracuni dan soft skill kita akan semakin berkembang.
Yang terakhir adalah aksi, sehingga konsep sociopreneurship kita tidak hanya mengawang sebatas wacana. Ajak teman-teman kita yang mempunyai keberminatan yang sama untuk bersama-sama menjalankan program yang telah kita rencanakan. Sebagai modal awal, bisa kita dapatkan dari kegiatan dana usaha (danus) atau mengikuti kompetisi-kompetisi sociopreneurship yang akhir-akhir ini kian banyak.
Kemunculan e-commerce juga menjadikan praktik ber-sociopreneurship menjadi semakin mudah. E-commerce berperan dalam memecahkan masalah bagi para sociopreneur pemula. Pemanfaatan e-commerce dalam sosiopreneurship pada era digital saat ini berfokus pada penggunaan internet dan jejaring sosial. Internet dan jejaring sosial sebagai penunjang aktivitas sosiopreneurship agar lebih optimal karena dapat membantu sociopreneur untuk menginformasikan kegiatannya ke daerah yang sulit dijangkau, sehingga lebih banyak lagi orang yang mengetahui kegiatan tersebut
Utari Octavianty, pada awalnya mendirikan Aruna, sebuah bisnis rintisan bidang perikanan dalam merevolusi ekosistem perdagangan hasil laut dengan teknologi. Dengan platform Aruna, supply chain dapat lebih ringkas karena dengan menggunakan teknologi e-commerce, transaksi pembelian ikan terjadi secara langsung antara nelayan atau pembudidaya ikan dengan konsumen, tanpa melalui jalur tengkulak. Nelayan mendapatkan harga jual yang layak, konsumen pun mendapatkan kebutuhan ikan dengan harga yang masuk akal.
Bagi para mahasiswa, banyaknya materi perkuliahan membuat mahasiswa terbiasa menggunakan otak kiri dan jarang menggunakan otak kanan yang menjadi pusat kreativitas. Dengan sociopreneurship ini, diharapkan kita bisa melatih diri untuk menjadi kreatif, inovatif, serta disiplin karena di masa yang akan datang bukan hanya prestasi akademik yang menjadi modal kita melainkan juga soft skill. Bibit sudah ada, tinggal bagaimana untuk disemai di medium yang tepat, dirawat, sehingga buahnya bisa dinikmati banyak orang. Jadi, tunggu apa lagi?