SERAYUNEWS – Keberadaan Desa Wisata (Deswita) bisa menjadi roda penggerak perekonomian warga serta tambahan pendapatan Pemerintah Desa (Pemdes). Namun hal itu bisa terjadi jika dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaannya benar dan profesional.
Sayangnya di Kabupaten Banyumas tidak sedikit Deswita yang muncul namun usianya tidak lama. Seolah tak lebih dari latah semata, mengandalkan pemandangan yang bagus dan viral di masyarakat, dibentuklah destinasi wisata.
Pengamat Wisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru menyampaikan, banyak desa yang dikembangkan karena euforia dan viralitas kemudian mengklaim desa wisata. Padahal yang dijual hanya view atau pemandangan alam. Desa semacam itu tidak layak disebut desa wisata. Lebih tepat sebagai wisata pedesaan.
“Desa seperti ini biasanya tidak bertahan lama, sulit mempertahankan pengunjung setia (repeater tourist), dan akhirnya mangkrak,” katanya, Kamis (15/08/2024).
Menurutnya, Deswita haruslah dikembangkan dengan konsep dan manajemen yang jelas. Secara konseptual desa wisata bukan sekadar menjual sesuatu yang dilihat (view) atau something to see.
Desa wisata juga harus menyediakan kepada pengunjung sesuatu yang dapat dilakukan di desa (something to do). misalnya menanam padi di sawah, memetik buah di kebun, memerah susu sapi di peternakan, melukis alam di desa, dan sebagainya.
Wisatawan juga dapat belajar sesuatu di desa wisata (smoothing to learn), seperti belajar menabuh gamelan, belajar menari, belajar membuat anyaman bamboo, belajar memasak, belajar tembang daerah, dan sebagainya.
Kemudian desa wisata menyajikan juga sesuatu yang dapat dibeli wisatawan (something buy) yang khas desa tersebut, seperti kuliner khas desa, kerajinan, dan aneka cinderamata yang khas desa.
“Dengan demikian, desa wisata adalah suatu destinasi yang terintegrasi yang ada di desa. Ada objek wisata, atraksi, akomodasi, kuliner, kerajinan. Semua terintegrasi dalam satu desa. Bukan hanya mengandalkan pemandangan alam,” katanya.
Diketahui, berdasarkan data Disporabudpar Kabupaten Banyumas saat ini ada 20 desa wisata yang terdaftar. Jumlah tersebut hanya ada 1 desa wisata yang kategori maju. Empat desa kategori berkembang dan lainnya masuk kategori rintisan.
Chusmeru menambahkan, setidaknya ada 5 hal dalam manajemen Deswita agar bisa bertahan lama dan berkelanjutan. Pertama, diferensiasi atau faktor pembeda. Desa wisata yang satu harus berbeda dengan desa wisata yang lain. Kecenderungannya, saat ini banyak desa wisata yang memiliki objek dan paket wisata yang sama, sehingga menimbulkan kejenuhan.
Kedua, keunggulan komparatif, dimana satu desa wisata harus memiliki keunggulan dibanding desa wisata lain. Keunggulan bisa pada objek wisatanya, wahana wisatanya, atraksi keseniannya, aksesibilitasnya, dan sebagainya.
Ketiga nilai kompetitif, yakni desa wisata harus mampu bersaing dengan desa wisata lain. Daya saing desa wisata bisa terletak pada harga paket wisata yang lebih murah serta lebih lengkap, menu makanan yang khas desa dengan harga terjangkau, dikelola dengan pelayanan yang ramah dan menyenangkan.
Selanjutnya, inovasi juga diperlukan bagi desa wisata. Sebab kurangnya inovasi dalam mengemas paket wisata itu sering terjadi. Dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja yang dijual kepada wisatawan, tanpa mau melakukan inovasi produk wisatanya.
“Ini yang membuat wisatawan jenuh, tidak mau berkunjung lagi, dan akhirnya membuat desa wisata mangkrak,” ujarnya.
Kelima adalah bidang promosi. Persaingan yang ketat pada pengembangan desa wisata dituntut adanya strategi promosi yang kekinian, informatif, naratif, dan atraktif. Mengingat karakteristik wisatawan saat ini didominasi oleh generasi milenial dan Z, maka promosi desa wisata harus kekinian dengan memanfaatkan berbagai platform digital.
“Sayangnya, belum semua desa wisata melakukan promosi kekinian. Penyebabnya, selain keterbatasan SDM di desa, juga faktor akses jaringan komunikasi yang buruk. Desa wisata tersebut sulit mendapatkan sinyal internet. Padahal wisatawan ingin mengunggah aktivitas wisatanya saat itu juga di media sosial,” kata dia.