SERAYUNEWS – Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali menyita perhatian publik. Bahkan, banyak yang bertanya apa penyebab layoff Bank Danamon?
Pasalnya, kini PT Bank Danamon Indonesia Tbk yang menjadi sorotan, setelah video perpisahan karyawan yang terkena PHK viral di media sosial.
Dalam video yang dibagikan akun TikTok dan platform X (Twitter), terlihat sejumlah pegawai menitikkan air mata sambil mendengarkan pesan dari rekan-rekannya yang maju secara bergantian.
Perpisahan penuh haru itu sontak memunculkan beragam respons dari masyarakat, yang mempertanyakan apa sebenarnya penyebab PHK massal tersebut.
Menurut informasi yang beredar, lebih dari 200 pegawai terdampak PHK berasal dari berbagai divisi, salah satunya bagian telemarketing.
Namun, yang perlu digarisbawahi, seluruh pegawai yang diberhentikan bukanlah karyawan tetap, melainkan berstatus mitra atau outsourcing.
Hal ini mengindikasikan bahwa mereka secara hukum adalah pegawai dari pihak ketiga, bukan langsung dari Bank Danamon.
Merespons situasi ini, Consumer Lending Business Head Bank Danamon, Enriko Sutarto, menjelaskan bahwa keputusan PHK tersebut merupakan hasil dari evaluasi rutin terhadap mitra alih daya yang bekerja sama dengan Bank Danamon.
Ia juga menambahkan bahwa Bank Danamon berkomitmen menjadi penyedia solusi finansial terbaik bagi nasabah, sejalan dengan dukungan perusahaan induknya, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG).
Kendati bukan karyawan tetap, banyak dari pegawai outsourcing tersebut telah bekerja belasan tahun.
Salah satu video yang diunggah pengguna TikTok @yupimangga menyebutkan ada rekan-rekannya yang telah bekerja selama 15 tahun, namun harus pulang tanpa pesangon setelah kontrak vendor diputus sepihak.
“200 karyawan lebih, semua divisi tele/non-tele-nya di PHK, nggak tersisa. Mikirin yang sudah belasan tahun, sudah berumur, bingung mau ke mana mereka,” tulis akun tersebut dalam unggahannya.
Ketiadaan pesangon memicu polemik di ruang publik. Meski secara legal Bank Danamon tak memiliki kewajiban langsung memberikan kompensasi kepada tenaga outsourcing.
Sehingga, publik mempertanyakan moralitas dan tanggung jawab sosial perusahaan besar terhadap para pekerja yang selama ini mengabdi di lini depan layanan perbankan.
Sebagian masyarakat menduga bahwa PHK massal ini disebabkan kondisi finansial Bank Danamon yang memburuk.
Namun dugaan ini tidak berdasar. Hingga kini, tidak ada laporan resmi yang menyatakan adanya gangguan keuangan di tubuh Bank Danamon.
Bahkan, laporan keuangan terakhir menunjukkan bahwa bank ini masih mencetak pertumbuhan dan mencatatkan laba.
Dalam sistem perbankan nasional, Bank Danamon juga terdaftar sebagai peserta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang berarti dana nasabah dijamin sesuai ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu, PHK ini lebih kepada penyesuaian operasional untuk menjaga efisiensi dan fokus pada kebutuhan pasar.
Viralnya video ini menimbulkan gelombang empati dari masyarakat. Tak sedikit warganet yang memberikan dukungan moral kepada para korban PHK.
“Aku kira bank termasuk aman, ternyata tahun ini semua sektor goyang melebihi waktu COVID,” tulis akun @yul.
Sementara itu, akun lain menyampaikan doa agar para korban PHK segera mendapatkan pekerjaan baru.
Lebih luas, peristiwa ini kembali membuka diskusi soal perlindungan terhadap tenaga kerja outsourcing di Indonesia.
Meski sah secara hukum, sistem kerja outsourcing seringkali menempatkan pekerja dalam posisi lemah dan rawan diberhentikan secara tiba-tiba tanpa jaminan sosial memadai.
Penutup
PHK massal yang terjadi di Bank Danamon bukanlah akibat kondisi keuangan yang bermasalah, melainkan langkah efisiensi dan evaluasi kontrak kerja sama dengan vendor outsourcing.
Meski demikian, peristiwa ini menyisakan catatan penting: perlindungan bagi pekerja outsourcing masih menjadi pekerjaan rumah besar yang harus segera dibenahi.
Pemerintah dan perusahaan perlu mendorong sistem kerja yang lebih adil dan manusiawi, terutama bagi mereka yang telah lama mengabdi namun minim perlindungan.***