Jakarta, Serayunews.com-Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI) mulai meninggalkan tekonologi shortwave, dan mulai beralih menggunakan pemancar jenis terestrial dengan teknologi Digital Radio Mondiale (DRM). Dengan peralihan ini, RRI menjadi pioner dalam program digitalisasi di tanah air.
Penggunaan teknologi terestrial digital ini dilakukan sebagai upaya melebarkan daya pemancar, dan mendukung transmisi konten Voice of Indonesia (VOI).
Selain itu juga dilakukan karena sejak tahun 2016, pemancaran gelombang pendek RRI melalui jejaring pemancar shortwave di komplek pemancar Cimanggis Jawa Barat tidak dilakukan dengan optimal.
“Daya yang digunakan saat itu hanya 10 KW dari kemampuan awal 250 KW,” kata Kabid Teknik DIt. Teknologi dan Media Baru Agus, seperti dikutip dari siaran pers RRI, Rabu (1/7/2020).
Direktur Utama RRI M. Rohanudin mengatakan jika transformasi teknologi pemancaran analog shortwave menjadi teresterial digital memiliki keunggulan, diantaranya tidak memerlukan lahan luas seperti sebelumnya.
“Dalam pengembangan pemancar siaran RRI berbasis teknologi digital ini tidak membuthkan lahan yang luas, dan lahan yang pengelolaanya diserahkan negara kepada RRI seluas 4,7 hektar sudah sangat memadai untuk pembangunan pemancar teresterial digital, termasuk untuk tower, pemancar, gedung dan keperluan pendukung lainnya,” ujarnya.
Diketahui jika komplek Pemancar RRI Cimanggis diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1984, dan RRI mengelolanya dengan status hak pakai. Dari luasan lahan sekitar 150 hektar, kini, seluas 142 hektar di Cimanggis tersebut, diserahkan pengelolaannya kepada Kementrian Agama RI untuk membangun Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Meskipun pengelolaan sebagian besar lahan dialihkan, namun RRI tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas dalam pengembangannya. Sehingga RRI tidak mempermasalahkan adanya pengalihan lahan tersebut.
Dijelaskan M Rahanudin jika pengalihan hak atas tanah telah mendapatkan rekomendasi dari Komisi I DPR dalam kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP), pada 29 Maret 2017 yang dipimpin Mayjen TNI (Purn) TB Hasanudin. Salah satu pointnya adalah Komisi I sepakat mendukung pemanfaatan lahan LPP RRI di Cimanggis untuk pembangunan UIII.
Selain itu juga rekomendasi Dewas Pengawas LPP RRI dalam Nota Dinas No. 031/Dewas.RRI/8/2016 tanggal 3 Agustus 2016. Pada poin 1 disebutkan bahwa pada prinsipnya dewan Pengawas dapat memahami permohonan alih status Barang Milik Negara (BMN) tanah di komplek Pemancar RRI Cimanggis, untuk rencana pendirian UIII.
“Berita Acara Serah Terima (BAST) atas sebidang tanah dengan status Hak Pakai BMN, di Cimanggis Jawa Barat dilakukan oleh saya sebagai pimpinan RRI dengan Menteri Agama RI dan disaksikan Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu Rudiantara serta Ketua Dewan Pengawas LPP RRI Mistam di gedung Kominfo, Jakarta,” ujar Dirut RRI.
Pengalihan status pengelolaan atas sebidang tanah tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi negara. Sebagai pemilik asset, negara memindahkan pengelolaanya kepada Kementerian Agama cq Universitas Islam Internasional Indonesia (PP 27/2014). Negara melalui pemerintah cq Kementerian Keuangan berkomitmen mengembangkan teknologi penyiaran RRI.
Menurut catatan pada DIPA APBN 2020, ada alokasi anggaran dari negara sebesar Rp 325 miliar untuk pengembangan teknologi teresterial digital DRM, serta pembangunan kompleks multi media RRI pada areal 4,7 hektar tersebut. Akan tetapi karena kondisi Covid-19 alokasi anggaran tersebut digunakan untuk refocusing kementerian keuangan sebesar Rp 237 miliar.
Sementara itu, bagi pegawai yang telah memperoleh hak pakai atas sebidang tanah di kawasan tersebut, tetap dapat tinggal di sana sesuai peruntukannya. Namun bagi penggarap penghuni liar mereka menempati area tersebut tanpa izin sehingga perlu ditertibkan negara.
Sedangkan tower-tower pemancar shortwave atas lahan tersebut sudah diturunkan agar mempermudah proses pembangunan UIII. Dalam pelaksanaan penurunannya difasilitasi oleh Kementerian Agama.