SERAYUNEWS- Skenario calon boneka saat ini sedang menghangat menjadi pembicaraan. Mulai dari Pilgub Jakarta 2024 dan kemungkinan replikasi di daerah lain. Banyak orang menilai skenario ini menjadi sebuah ancaman bagi demokrasi dan kini mulai makin terasa nyata.
Secara sederhana, calon boneka berarti penciptaan ilusi pilihan untuk mempertahankan kekuasaan dengan menghadirkan sosok lawan yang sebenarnya tak memiliki niat atau kemampuan untuk benar-benar bertarung.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Ibnu Hadjar Yusuf menggunakan teori elitisme dari Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca yang menyebut ada pemahaman bahwa kekuasaan cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir orang.
Mereka adalah para elite yang dengan lihai memanipulasi struktur politik demi keuntungan pribadi.
Sebanyak 12 partai politik telah mendeklarasikan dukungan kepada Ridwan Kamil dan Suswono sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta periode 2024-2029. Deklarasi berlangsung di Golden Ballroom, Hotel Sultan, Jakarta, Senin (19/8/2024) sore.
Koalisi gemuk untuk mendukung Ridwan Kamil-Suswono membuat PDIP tak berkutik. PDIP yang mengantongi 15 kursi di DPRD Jakarta tak bisa mengusung pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur karena ambang batas minimal 22 Kursi.
Awalnya, PDIP berharap dapat berkoalisi dengan PKB, tetapi ternyata PKB ikut bergabung menyusul Nasdem dan PKS.
Keberadaan calon boneka menguat seiring keputusan KPU DKI Jakarta yang mengesahkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dari jalur perseorangan atau independen.
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai kondisi tersebut tak ideal dalam demokrasi karena menghilangkan kompetisi yang mestinya diniscayakan dalam demokrasi.
“Tapi kemudian situasi ini semacam disiasati dengan dugaan calon boneka hanya agar tidak calon tunggal. Apalagi beberapa hari ini viral di warga DKI bahwa KTP mereka dicatut dalam dukungan calon perseorangan,” katanya Senin (19/8/2024).
Memang dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP secara sepi hak viral di media sosial X (Twitter). Mereka tak merasa memberikan kartu identitasnya untuk mendukung.
Kejanggalan tersebut menguatkan dugaan bahwa Dharma-Kun adalah pasangan calon gubernur boneka untuk melawan jagoan Koalisi Indonesia Maju.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membantah anggapan bahwa calon independen di Pilkada DKI Jakarta 2024 merupakan skenario dari KIM Plus.
“Kalau skenario, ‘kan ini KIM Plus juga belum lama terbentuk, sementara itu calon independen daftarnya sudah lama. Kan begitu,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2024).
Dharma Pongrekun pun buka suara dan jawapannya hampir sama dengan Dasco. Ia menegaskan bahwa pencalonannya sudah mulai dari sebelum Pemilu 2024.
“Kami mulai dari tanggal 3 Februari sudah deklarasi, sementara Pilpres 2024 saja baru 14 Februari. Bisa digambarkan bahwa kami bergerak sebelum adanya pemenangan pemilu,” katanya di Kantor KPU DKI Jakarta (20/8/2024)
Dalam teori Max Weber, legitimasi adalah jantung dari otoritas yang sah. Tanpa legitimasi, pemerintah kehilangan dasar moral dan sosial untuk memerintah. Krisis kepercayaan ini bisa berujung pada instabilitas yang lebih luas.
Jika benar skenario calon boneka terjadi, Pilgub berarti memang tak memiliki legitimasi. ***(Kalingga Zaman)