SERAYUNEWS – Tahapan Pilkada serentak, tengah berjalan. Agustus nanti, KPU siap untuk menerima pendaftaran calon bupati-wakil bupati dan gubernur-wakil gubernur.
Seluruh elemen masyarakat, harapannya turut berkontribusi mengawal jalannya Pilkada Serentak 2024. Suksesnya Pilkada, bukan sebatas tingginya partisipasi masyarakat saja. Tapi juga menghasilkan pemimpin yang akuntabel dan kredibilitas.
Dosen Fisip Unsoed Purwokerto, Ali Rohkman menyampaikan hal tersebut pada Forum Grup Discussion (FGD) bertema ‘Korelasi antara Pemilukada dengan Kesejahteraan Rakyat’, di Aula Kantor Kelurahan Purwokerto Lor, Sabtu (27/07/2024).
Menurutnya, Pilkada itu adalah sebuah tahapan. Ada input, proses dan output. Input adalah sesuatu yang mendapat perlakuan. Proses adalah aktivitas yang memberikan perlakuan. Sementara output adalah hasil dari perlakuan.
“Kriteria yang diinginkan seperti apa, kemudian berdiskusi, menyampaikan aspirasi dan selanjutnya kawal bagaimana kebijakan selama memimpin,” katanya.
Input yang baik harus dengan proses yang benar, supaya tercipta output berkualitas. Dalam hal ini, partai politik tidak hanya untuk dipilih tetapi berkewajiban memberikan edukasi politik kepada masyarakat.
“Biaya politik jadi mahal jika terjadi jual beli suara,” ujarnya.
Selain Ali Rokhman, pembicara lainnya yakni Dosen Fisip Unsoed Indaru Setyo Nurprojo, dan Politikus PDI Perjuangan Bambang Haryanto Baharudin.
Berlaku sebagai moderator adalah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Banyumas, Liliek Darmawan. Acara tersebut menghadirkan tokoh masyarakat, akademisi, serta masyarakat Kecamatan Purwokerto Timur.
Masyarakat umum berkaitan dengan tahapan Pilkada, harus bisa menjadi pemilih yang cerdas. Cerdas dalam memilih sosok yang kredibel, cerdas dalam mengawasi jalannya pilkada, serta terus mengawal selama sosok tersebut memimpin.
“Dalam hal ini tetap ada peran dari partai politik, dan peran penyelenggara pilkada. Jadi tidak hanya masyarakat saja,” ujarnya.
Ketua Komisi C dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jateng, Bambang Haryanto Baharudin membenarkan, biaya politik bisa saja tidak mahal jika tidak ada jual beli suara. Sebab, hal itu juga yang akan berkaitan dengan kebijakan dan kesejahteraan rakyat.
Pemilih, jangan membebani calon. Sedangkan bagi para calon, jangan membeli suara rakyat. Lakukan pendekatan, dan berdiskusi untuk menampung aspirasi, selanjutnya jaga kepercayaan.
“Sebagus-bagusnya sistem pasti ada kelemahannya, sebaik-baiknya sistem tetap ada kebaikannya. Di sinilah perlunya masyarakat turut mengawal jalannya politik,” kata dia.