SERAYUNEWS – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) membuka peluang besar bagi partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden secara lebih inklusif.
Langkah ini kemungkinan akan membuat persaingan dalam Pilpres 2029 semakin ramai dan dinamis.
Pakar politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Indaru Setyo Nurprojo, mengungkapkan hal tersebut, Jumat (3/1/2025).
“Dengan keputusan ini, semua partai politik, baik yang memiliki kursi di parlemen maupun tidak, berhak mencalonkan presiden dan wakil presiden. Peta politik ke depan akan semakin menarik,” katanya.
Dr. Indaru menjelaskan, penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini sejalan dengan revisi aturan ambang batas untuk pencalonan kepala daerah (cabup dan cagub).
“Sebelumnya, syarat pencalonan cabup dan cagub juga revisi, sehingga partai tanpa kursi pun dapat bergabung dalam koalisi untuk mengajukan calon,” jelasnya.
Keputusan ini, menurutnya, akan mengurangi dominasi partai politik tertentu dalam pencalonan. Sekaligus membuka peluang bagi individu-individu hebat yang sebelumnya terhalang oleh regulasi.
Dr. Indaru memprediksi Pilpres 2029 tetap akan dilaksanakan secara langsung, meskipun wacana pemilihan presiden melalui DPR sempat mencuat.
Sebaliknya, ia memproyeksikan pemilihan gubernur pada tahun yang sama mungkin akan melalui lembaga legislatif.
“Untuk bupati dan wali kota, kemungkinan besar tetap akan secara langsung. Semua ini menjadi dinamika yang sangat menarik untuk kita simak,” tambah Ketua Jurusan Ilmu Politik FISIP Unsoed ini.
Penghapusan presidential threshold ini, menurut Indaru, memberikan pencerahan bagi masyarakat karena pilihan calon presiden menjadi lebih beragam.
Namun, ia mengingatkan bahwa masih ada beberapa isu yang perlu jadi perhatian. Seperti mekanisme pemilihan dan konsistensi pelaksanaan kebijakan ini di tingkat daerah.
Keputusan MK ini menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden, bertentangan dengan konstitusi.
Dengan keputusan ini, partai politik peserta pemilu memiliki hak setara untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden tanpa syarat minimal perolehan suara atau kursi di parlemen.