Purwokerto, serayunews.com
Kapolresta Banyumas, Kombes Pol M Firman L Hakim mengatakan, awal mula pengungkapan pabrik pengolah gula rafinasi ilegal tersebut. Awalnya jajaran Mabes Polri melakukan penelusuran hingga kemudian menyerahkan penanganan ke Polresta Banyumas.
“Setelah diserahkan ke kami, kami kembangkan kasusnya, kami berhasil mengamankan 35 ton rafinasi, kita tetap lanjutkan kita kembangkan, jangan sampai terdampak ke masyarakat, karena ini bahaya gula rafinasi jika dikonsumsi langsung oleh masyarakat, jadi racun nantinya,” ujar dia, Kamis (22/4).
Dari dua tempat tersebut, Kapolresta memastikan, mereka tidak memiliki izin produksi maupun mengolah gula rafinasi. Hal itu, dibuktikan pada saat penggrebekan dimana pihak pengelola tidak mampu menunjukkan surat izin.
“Saat ini baru dua tempat, masih dikembangkan,” kata dia.
Sementara itu menurut Kasat Reskrim Polresta Banyumas, Kompol Berry, dua tersangka tersebut yakni Gion (23), warga Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang dan Woro (40), warga Desa Pageraji, Kecamatan Cilongok.
“Jadi modusnya, mereka mencapurkan gula rafinasi industri merek kupu-kupu dicampur menggunakan molase, kemudian diaduk rata dengan komposisi 5 ton gula dicampur 25 kilogram molase. Gula rafinasi itu milik Woro dengan model barang dititipkan kepada Gion untuk diolah dan setelah laku uang penjualan diserahkan kepada Woro dengan bahan gula rafinasi sebesar Rp 510 ribu per karung setelah diolah menjadi Rp 525 ribu per karung,” ujarnya.
Gula rafinasi tersebut didapat dari wilayah Kabupaten Cilacap. Satu kilogram gula rafinasi seharga Rp 9.900.
“Setelah gula rafinasi diolah dengan molasi mereka menjulanya Rp 11.600 per kilogramnya, karena di pasaran gula pasir asli itu Rp 12 ribuan,” kata dia.
Dalam produksi satu bulannya, menurut Kasat mereka bisa menghasilkan 100 ton gula rafinasi campuran tersebut. Dimana diedarkan di wilayah Jawa Barat.
“Mereka sudah melakukan kegiatan ini selama tujuh bulan. Pada saat bulan puasa ini memang permintaan cukup tinggi, sehingga mereka melakukan produksi terus,” ujarnya.
Atas perbuatannya mereka terancam dengan Pasal 106 UU RI No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan atau Pasal 139 UU RI No 18 Tahun 2021 tentang pangan.