SERAYUNEWS – Setelah wafatnya Paus Fransiskus, perhatian dunia Katolik kini tertuju pada konklaf, yakni proses pemilihan paus baru yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Salah satu tokoh yang menjadi sorotan dalam momen penting ini adalah Kardinal Ignasius Suharyo Hardjoatmodjo dari Indonesia.
Ia menjadi satu-satunya kardinal dari Indonesia yang memenuhi syarat untuk ikut dalam konklaf dan bahkan berpotensi terpilih sebagai paus selanjutnya.
Lahir pada 9 Juli 1950 di Sedayu, Yogyakarta, Ignasius Suharyo adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara dalam keluarga yang religius. Beberapa saudaranya juga menempuh jalan hidup rohani.
Kakaknya, RP. Suitbertus Ari Sunardi OSCO, adalah seorang rahib imam di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, Temanggung. Dua saudari perempuannya juga menjadi biarawati: Suster Christina Sri Murni dan Suster Maria Magdalena Marganingsih.
Sejak muda, Suharyo telah tertarik dengan kehidupan religius. Ia menempuh pendidikan seminari dari jenjang SMP hingga SMA.
Kemudian, pada 1971, ia melanjutkan studi di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta dan meraih gelar Sarjana Muda dalam bidang Filsafat/Teologi. Setelah itu, pada 1976, ia diangkat sebagai imam, melengkapi proses formasinya dalam Gereja Katolik.
Setelah ditahbiskan, Suharyo mendapat tugas dari Kardinal Justinus Darmojuwono untuk melanjutkan studi di Roma. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya di bidang Teologi Biblis di Universitas Urbaniana, Roma, pada tahun 1981.
Sepulangnya ke Indonesia, ia aktif mengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik Pradnyawidya, Yogyakarta, selama satu dekade. Selain itu, ia juga menjadi dosen di berbagai institusi pendidikan teologi.
Langkah besar dalam karier gerejawi Suharyo terjadi pada 1997, ketika Paus Yohanes Paulus II menunjuknya sebagai Uskup Agung Semarang.
Ia mengusung semboyan “Serviens Domino Cum Omni Humilitate” yang berarti “Aku melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati”. Kalimat ini diambil dari Kisah Para Rasul 20:19 dan mencerminkan pendekatan hidup serta pelayanannya yang rendah hati.
Pada tahun 2010, ia menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja sebagai Uskup Agung Jakarta.
Puncak dari dedikasinya dalam gereja terjadi pada 1 September 2019, ketika ia diangkat sebagai salah satu dari 13 kardinal baru oleh Paus Fransiskus. Suharyo dianugerahi gelar Kardinal Imam Spirito Santo alla Ferratella, memperkuat posisinya dalam hierarki Gereja Katolik dunia.
Konklaf yang akan segera berlangsung setelah pemakaman Paus Fransiskus akan diikuti oleh para kardinal berusia di bawah 80 tahun. Kardinal Suharyo, yang saat ini berusia 74 tahun, memenuhi syarat untuk ikut dalam konklaf dan memiliki hak untuk memilih maupun dipilih sebagai paus.
Meskipun peluang menjadi paus sangat kompetitif dan bergantung pada berbagai pertimbangan spiritual dan geopolitik di dalam Vatikan, nama Ignasius Suharyo kini mencuat sebagai salah satu figur yang layak diperhitungkan.
Dengan pengalaman panjang, latar belakang pendidikan teologi mendalam, serta kepemimpinan yang terbukti di Indonesia, Suharyo tidak hanya menjadi perwakilan bangsa, tetapi juga lambang harapan baru dalam kepemimpinan Gereja Katolik global.
Sebagai calon potensial dari Asia Tenggara, kehadiran Kardinal Suharyo di konklaf memperkuat peran penting Gereja Katolik Indonesia di mata dunia.
Apakah ia akan menjadi paus pertama dari Indonesia? Suara para kardinal di konklaf yang akan menjawabnya. Namun yang pasti, Indonesia patut berbangga memiliki tokoh seperti Ignasius Suharyo di tengah panggung sejarah Gereja Katolik.
***