SERAYUNEWS – Kabar tambang nikel di Raja Ampat kembali beroperasi memicu perbincangan publik. Lantas, PT Gag Nikel punya siapa?
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja memberikan izin operasi kembali untuk PT Gag Nikel di Pulau Gag, Papua Barat Daya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan izin itu tidak keluar begitu saja.
Proses evaluasi melibatkan sejumlah kementerian, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup.
Salah satu alasan yang memperkuat izin tersebut adalah capaian PROPER Hijau yang diraih perusahaan, indikator kepatuhan lingkungan dari pemerintah.
Meski mendapat lampu hijau, operasi tambang ini tidak lepas dari kritik.
Pertambangan di Raja Ampat selama ini sering disorot karena dianggap memberi dampak serius pada lingkungan.
Dari lima perusahaan tambang yang pernah beroperasi di wilayah tersebut, pemerintah sudah mencabut izin empat di antaranya.
Hanya PT Gag Nikel yang tersisa dengan izin resmi. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberi penjelasan tambahan.
Ia mengatakan status hukum PT Gag Nikel berbeda karena sejak awal perusahaan ini memegang kontrak karya (KK) yang berlaku sejak 1998.
Selain itu, lokasi Pulau Gag disebut tidak masuk kawasan konservasi sehingga aktivitas tambang tidak melanggar aturan zonasi.
Pertanyaan besar yang muncul di masyarakat adalah: PT Gag Nikel punya siapa?
Secara resmi, PT Gag Nikel merupakan anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Izin operasi produksi yang dimiliki perusahaan sudah berlaku sejak 30 November 2017 dan akan berakhir pada 30 November 2047.
Luas wilayah tambang yang dikelola mencapai lebih dari 13 ribu hektare. Sejarah kepemilikan perusahaan ini cukup panjang.
Awalnya, mayoritas saham dipegang oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen, sementara PT Antam hanya memiliki 25 persen.
Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi seluruh saham Asia Pacific Nickel. Sejak saat itu, PT Gag Nikel berada sepenuhnya di bawah kendali Antam.
Sebagai induk, PT Antam bukanlah pemain baru di industri pertambangan.
Perusahaan ini berstatus badan usaha milik negara (BUMN) yang tergabung dalam holding MIND ID.
Bidang usahanya mencakup berbagai komoditas, mulai dari nikel, emas, feronikel, bauksit, alumina, hingga batu bara.
Sebagai perusahaan publik, saham Antam sebagian juga dimiliki masyarakat luas.
Artinya, kepemilikan PT Gag Nikel secara tidak langsung berada di tangan negara dan publik.
Per Juni 2025, pucuk pimpinan Antam dipegang oleh Achmad Ardianto, yang menggantikan Nicolas D. Kanter. Achmad sebelumnya menjabat sebagai Direktur SDM sejak 2023 sebelum dipilih sebagai Direktur Utama melalui RUPS Tahunan.
PT Gag Nikel memiliki dasar hukum kuat berupa Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998 yang ditandatangani Presiden RI pada 19 Januari 1998.
Status ini berbeda dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan tambang lain di Raja Ampat.
Itulah sebabnya meski empat perusahaan tambang lain dicabut izinnya, PT Gag Nikel tetap bisa beroperasi.
Kantor pusat PT Gag Nikel berada di Antam Office Building Tower B, Jakarta Selatan, memperkuat posisi perusahaan ini sebagai bagian dari keluarga besar Antam.
Meski legal secara hukum, tantangan terbesar PT Gag Nikel tetap soal lingkungan.
Raja Ampat bukan sekadar wilayah kaya tambang, melainkan juga rumah bagi salah satu ekosistem laut terkaya di dunia.
Aktivitas pertambangan dikhawatirkan mengganggu keseimbangan alam dan kehidupan masyarakat lokal yang bergantung pada laut.
Maka, pengawasan ketat dari pemerintah dan partisipasi masyarakat sipil menjadi kunci agar operasi tambang tidak menimbulkan kerusakan lebih besar.
Apalagi, sorotan publik kini semakin tajam terhadap praktik industri ekstraktif yang beroperasi di wilayah sensitif.***