
SERAYUNEWS – Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh pada akhir 2025 menyisakan tumpukan lumpur, kerusakan parah, dan serangkaian pertanyaan besar.
Di tengah kepanikan warga dan upaya pemulihan infrastruktur, publik menyoroti satu nama yang mendadak menjadi pusat perhatian: PT Tusam Hutani Lestari (THL).
Perusahaan ini disebut-sebut berada di “zona merah” kerusakan lingkungan dan dikaitkan sebagai salah satu pihak yang turut memperparah dampak ekologis saat Siklon Tropis Senyar menghantam Tanah Rencong.
Namun isu yang mengiringi THL bukan hanya soal deforestasi atau kelalaian pengelolaan hutan.
Ada tudingan yang lebih sensitif dan memancing perdebatan panas: siapa sebenarnya pemilik THL?
Apakah benar Presiden Prabowo Subianto berada di balik perusahaan konsesi raksasa ini?
Artikel ini menelusuri ulang jejak perizinan, kepemilikan saham, hingga kehadiran nama-nama politisi dalam jajaran direksi THL untuk memberi gambaran yang lebih jernih kepada Anda.
Nama THL bukan pemain baru dalam industri kehutanan Indonesia.
Berdasarkan informasi dari dokumen perusahaan dan laporan advokasi lingkungan, THL mengantongi izin Hutan Tanaman Industri (HTI) sejak diterbitkannya SK No. 556/Kpts-II/1997.
Dengan luas konsesi mencapai 97.300 hektare, wilayah operasinya berada di empat kabupaten yang selama ini menjadi lumbung air Aceh:
Ironisnya, tiga wilayah tersebut adalah kawasan yang paling terdampak banjir bandang pada akhir November 2025.
Publik pun mempertanyakan kondisi tutupan hutan di kawasan tersebut, terutama setelah beredar peta yang menunjukkan area konsesi THL berada pada zona rawan kerusakan ekologis.
Isu kepemilikan Prabowo atas lahan di Aceh bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Pada debat Pilpres 2019, Presiden Joko Widodo menyebut secara langsung:
“Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur. Sebesar 220.000 hektare dan juga di Aceh Tengah 120.000 hektare.”
Prabowo tidak membantah pernyataan itu. Ia hanya menegaskan bahwa lahan tersebut adalah HGU (Hak Guna Usaha)yang statusnya tetap milik negara.
Sehari setelah debat, Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf kembali menguatkan isu ini dalam persidangan Tipikor Jakarta. Ia menyinggung persoalan THL ketika masih menjabat sebagai gubernur:
“Kuperhatikan banyak ditebang, tapi yang lama-lama ditebang kok masih botak? Artinya tidak ditanam [yang baru],”
ujar Irwandi.
Ia bahkan mengaku sempat menahan permohonan perizinan THL karena alasan tersebut, meski kemudian langkah itu dipelintir sebagai fitnah politik menjelang Pilkada.
Sejak saat itu nama Prabowo dan THL seperti dua entitas yang sulit dipisahkan dalam wacana publik.
Untuk menjawab teka-teki tersebut, data terbaru perlu dilihat secara utuh.
Dokumen resmi Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) yang diunduh per 8 Desember 2025 menunjukkan fakta yang berbeda dari rumor yang beredar luas.
Dalam struktur perusahaan:
Pemilik saham justru hanya dua perusahaan:
Modal disetor seluruhnya mencapai Rp19,867 miliar, tanpa penyertaan saham perorangan.
Inhutani V sendiri merupakan BUMN kehutanan di bawah jaringan Perhutani Group. Artinya, salah satu pemilik THL adalah negara.
Meski Prabowo Subianto tidak muncul dalam struktur pemilik, AHU justru memperlihatkan nama lain yang cukup mencolok:
Jajaran pimpinan lainnya:
Edhy Prabowo sebelumnya merupakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra sebelum mengundurkan diri pada 2020.
Ia dipidana lima tahun penjara dalam kasus suap izin ekspor benur dan bebas pada Agustus 2023 setelah mendapat remisi.
Masuknya Edhy ke dalam THL menambah lapisan baru dalam perdebatan publik soal kedekatan perusahaan tersebut dengan lingkar politik nasional.
Isu kepemilikan hanyalah satu sisi. Yang membuat perusahaan ini kembali viral adalah dugaan bahwa pengelolaan hutan yang tidak optimal menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana di Aceh. Publik mempertanyakan:
Hingga kini, investigasi sejumlah lembaga lingkungan masih berjalan.